Minggu, 03 Juni 2018

Struktur Batuan Beku


Struktur Batuan Beku
Berdasarkan  tempat  pembekuannya  batuan  beku  dibedakan  menjadi  batuan  beku  extrusive  dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku

1.      Struktur batuan beku ekstrusif  
Batuan beku  ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:
a.  Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat seragam.
b.  Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan
c.  Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal seperti batang pensil.
d.  Pillow  lava,  yaitu  struktur  yang  menyerupai  bantal  yang  bergumpal-gumpal.  Hal  ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
e.  Vesikular,  yaitu  struktur  yang  memperlihatkan  lubang-lubang  pada  batuan  beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.
f.  Amigdaloidal,  yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi  oleh  mineral  lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit
g.  Struktur aliran,  yaitu  struktur  yang  memperlihatkan  adanya  kesejajaran  mineral pada arah tertentu akibat aliran

2.      Struktur Batuan Beku Intrusif  
Batuan  beku  ekstrusif  adalah  batuan  beku  yang  proses  pembekuannya  berlangsung  dibawah permukaan  bumi.  berdasarkan  kedudukannya  terhadap  perlapisan  batuan  yang  diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.


 A.    Konkordan  

Tubuh  batuan  beku  intrusif  yang  sejajar  dengan  perlapisan  disekitarnya,  jenis  jenis  dari  tubuh batuan ini yaitu :
a.  Sill,  tubuh  batuan  yang  berupa  lembaran  dan  sejajar  dengan  perlapisan  batuan disekitarnya.
b.  Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana perlapisan batuan yang  asalnya  datar  menjadi  melengkung  akibat  penerobosan  tubuh  batuan  ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter. 
c.  Lopolith, bentuk tubuh batuan  yang merupakan kebalikan  dari laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung  ke bawah. Lopolith  memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan meter. 
d.  Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sampai ribuan kilometer.

B.  Diskordan  Tubuh  batuan  beku  intrusif  yang  memotong  perlapisan  batuan  disekitarnya.  Jenis-jenis  tubuh batuan ini yaitu: 
a.  Dyke, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan memiliki bentuk tabular  atau  memanjang.  Ketebalannya  dari  beberapa  sentimeter  sampai  puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.
b.  Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.
c.  Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya lebih kecil



Tekstur Batuan Beku

Magma  merupakan  larutan  yang  kompleks.  Karena  terjadi  penurunan  temperatur,  perubahan tekanan  dan  perubahan  dalam  komposisi,  larutan  magma  ini  mengalami  kristalisasi.  Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada saat pembekuan magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur yang berbeda. Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang  tinggi  di  bawah  permukaan  dengan  waktu  pembekuan  cukup  lama  maka  mineral-mineral penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur dan tekanan permukaan yang rendah,  mineral-mineral penyusun batuan beku tidak  sempat  membentuk  sistem  kristal tertentu, sehingga  terbentuklah  gelas  (obsidian)  yang  tidak  memiliki  sistem  kristal,  dan  mineral  yang terbentuk  biasanya  berukuran  relatif  kecil.  Berdasarkan  hal  di  atas  tekstur  batuan  beku  dapat dibedakan berdasarkan:

1. Tingkat kristalisasi
a)  Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal 
b)  Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas
c)  Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas

2. Ukuran butir
a)  Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh mineral-mineral yang berukuran kasar.
b)  Aphanitic,  yaitu  batuan  beku  yang  hampir  seluruhnya  tersusun  oleh  mineral  berukuran halus.
3. Bentuk kristal Ketika  pembekuan  magma,  mineral-mineral  yang  terbentuk  pertama  kali  biasanya  berbentuk sempurna  sedangkan  yang  terbentuk  terakhir  biasanya  mengisi  ruang  yang  ada  sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:

a)  Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna
b)  Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna
c)  Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.

4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya 
a)  Unidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna)
b)  Hypidiomorf  (Hypautomorf),  yaitu  sebagian  besar  kristalnya  berbentuk  euhedral  dan subhedral.
c)  Allotriomorf (Xenomorf), sebagian besar penyusunnya merupakan kristal yang berbentuk anhedral.

5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya 
a)  Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama 
b)  Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama

Klasifikasi Batuan Beku

Batuan  beku  diklasifikasikan  berdasarkan  tempat  terbentuknya,  warna,  kimia,  tekstur,  dan mineraloginya.
 
1. Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibedakan atas:
a)  Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk jauh di perut bumi.
b)  Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang terbentu tidak jauh dari permukaan bumi
c)  Batuan  beku  vulkanik,  yaitu  batuan  beku  yang  terbentuk  di  permukaan  bumi Berdasarkan  warnanya,  mineral  pembentuk  batuan  beku  ada  dua  yaitu  mineral  mafic
(gelap)  seperti  olivin,  piroksen,  amphibol  dan  biotit,  dan  mineral  felsic  (terang)  seperti Feldspar, muskovit, kuarsa dan feldspatoid.

2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan warnanya yaitu:
a.  Leucocratic rock, kandungan mineral mafic < 30%
b.  Mesocratic rock, kandungan mineral mafic 30% - 60%
c.  Melanocratic rock, kandungan mineral mafic 60% - 90% 
d.  Hypermalanic rock, kandungan mineral mafic > 90% 

3.  Berdasarkan  kandungan  kimianya  yaitu  kandungan  SiO2-nya  batuan  beku  diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
a)  Batuan beku asam (acid), kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit, Ryolit.
b)  Batuan  beku  menengah  (intermediat),  kandungan  SiO2  65%  -  52%.  Contohnya  Diorit, Andesit
c)  Batuan beku basa (basic), kandungan SiO2 52% - 45%, contohnya Gabbro, Basalt
d)  Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan SiO2 < 30%










Pada  gambar  3-8  diperlihatkan  pengelompokan  batuan  beku  dalam bagan,  berdasarkan susunan mineralogi. Gabro adalah  batuan  beku  dalam  dimana  sebagian besar mineral-mineralnya adalah olivine  dan  piroksin.  Sedangkan  Felsparnya  terdiri dari felspar  Ca-plagioklas. Teksturnya  kasar atau phanerik, karena mempunyai waktu pendinginan yang cukup lama didalam litosfir. Kalau dia membeku  lebih cepat karena mencapai permukaan bumi, maka batuan beku  yang terjadi adalah basalt dengan tekstur  halus. Jadi  Gabro  dan Basalt keduanya  mempunyai susunan mineral yang sama,  tetapi  teksturnya  berbeda.  Demikian  pula  dengan  Granit  dan  Rhyolit,  atau  Diorit  dan Andesit. Granit dan Diorit mempunyai tekstur yang kasar, sedangkan Rhyolit dan Andesit, halus. Basalt  dan  Andesit  adalah  batuan  beku  yang  banyak  dikeluarkan  gunung-berapi,  sebagai  hasil pembekuan lava.   Batuan beku juga dapat dikelompokan berdasarkan bentuk-bentuknya didalam kerak Bumi. Pada saat magma menerobos litosfir dalam perjalanannya menuju permukaan Bumi, ia dapat menempati tempatnya didalam kerak dengan cara memotong struktur batuan yang telah ada, atau mengikuti arah dari struktur batuan. Yang memotong struktur disebut bentuk-bentuk diskordan, sedangkan yang mengikuti struktur disebut konkordan (gambar 3-9).

Magma
Dalam  daur  batuan  dicantumkan  bahwa  batuan  beku  bersumber  dari  proses  pendinginan  dan penghabluran lelehan batuan didalam  Bumi  yang  disebut   magma. Magma adalah  suatu lelehan silikat bersuhu tinggi berada didalam Litosfir, yang terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas, hablur yang mengapung didalamnya, serta mengandung sejumlah bahan berwujud gas. Lelehan tersebut  diperkirakan terbentuk pada kedalaman berkisar sekitar 200 kilometer dibawah permukaan Bumi, terdiri terutama dari unsur-unsur yang kemudian membentuk mineral-mineral silikat. Magma yang mempunyai berat-jenis lebih ringan dari batuan sekelilingnya, akan berusaha untuk naik melalui rekahan-rekahan yang ada dalam litosfir hingga akhirnya mampu mencapai permukaan Bumi.

Apabila magma keluar, melalui kegiatan gunung-berapi dan mengalir diatas permukaan Bumi, ia akan dinamakan lava. Magma ketika dalam perjalanannya naik menuju ke permukaan, dapat juga mulai kehilangan mobilitasnya ketika masih berada didalam litosfir dan membentuk dapur-dapur magma  sebelum  mencapai  permukaan.  Dalam  keadaan  seperti  itu,  magma  akan  membeku ditempat, dimana ion-ion didalamnya akan mulai kehilangan gerak bebasnya kemudian menyusun diri,  menghablur dan membentuk batuan beku. Namun dalam  proses pembekuan  tersebut, tidak seluruh bagian dari lelehan itu akan menghablur pada saat yang sama. Ada beberapa jenis mineral yang terbentuk lebih awal pada suhu yang tinggi dibanding dengan lainnya.    

Dalam  gambar  3-10  diperlihatkan  urutan  penghabluran  (pembentukan  mineral)  dalam  proses pendinginan dan penghabluran lelehan silikat. Mineral-mineral yang mempunyai berat-jenis tinggi karena  kandungan  Fe  dan  Mg  seperti  olivine,  piroksen,  akan  menghablur  paling  awal  dalam keadaan  suhu  tinggi,  dan  kemudian  disusul  oleh  amphibole  dan  biotite.  Disebelah  kanannya kelompok mineral felspar, akan diawali dengan jenis felspar calcium (Ca-Felspar) dan diikuti oleh felspar kalium (K-Felspar). Akibatnya pada suatu keadaan tertentu, kita akan mendapatkan suatu bentuk dimana hublur-hablur padat dikelilingi oleh lelehan.  

Bentuk-bentuk dan ukuran dari hablur yang terjadi, sangat ditentukan oleh derajat kecepatan dari pendinginan  magma.  Pada  proses  pendinginan  yang  lambat,  hablur  yang  terbentuk  akan mempunyai  bentuk  yang  sempurna  dengan  ukuran  yang  besar-besar.  Sebaliknya,  apabila pendinginan itu berlangsung cepat, maka ion-ion didalamnya akan dengan segera menyusun diri dan membentuk hablur-hablur yang berukuran kecil-kecil, kadang berukuran mikroskopis. Bentuk pola susunan  hablur-hablur  mineral  yang  nampak pada batuan beku tersebut  dinamakan tekstur batuan.

Proses Pembentukan Magma
Magma dalam kerak Bumi dapat terbentuk sebagai akibat dari perbenturan antara 2 (dua) lempeng litosfir, dimana salah satu dari lempeng  yang berinteraksi itu menunjam dan menyusup kedalam astenosfir. Sebagai akibat dari gesekan yang berlangsung antara kedua lempeng litosfir tersebut, maka akan terjadi peningkatan suhu dan tekanan, ditambah dengan penambahan air berasal dari sedimen-sedimen samudra akan disusul oleh proses peleburan sebagian dari litosfir (gambar 3-11). Sumber  magma  yang  terjadi  sebagai  akibat  dari  peleburan  tersebut  akan  menghasilkan  magma yang bersusunan  asam (kandungan unsur SiO2  lebih  besar dari 55%). Magma yang  bersusunan basa,  adalah  magma  yang  terjadi  dan  bersumber  dari  astenosfir.  Magma  seperti  itu  didapat  di daerah-daerah yang mengalami gejala regangan yang dilanjutkan dengan pemisahan litosfir.









Berdasakan  sifat  kimiawinya,  batuan  beku  dapat  dikelompokan  menjadi  4  (empat)  kelompok, yaitu:  (1)  Kelompok  batuan  beku  ultrabasa/ultramafic;  (2)  Kelompok  batuan  beku  basa;  (3) Kelompok  batuan  beku  intermediate;  dan  (4)  Kelompok  batuan  beku  asam.  Dengan  demikian maka  magma asal yang membentuk batuan  batuan tersebut  diatas  dapat  dibagi  menjadi 3  jenis, yaitu magma basa, magma intermediate, dan magma asam. Yang menjadi persoalan dari magma adalah :
1)  Apakah benar bahwa magma terdiri dari 3 jenis (magma basa, intermediate, asam) ? 
2)  Apakah mungkin magma itu hanya ada satu jenis saja dan kalau mungkin  bagaimana menjelaskan  cara  terbentuknya  batuan-batuan  yang  komposisinya  bersifat  ultrabasa, basa, intermediate dan asam?    
Berdasarkan pengelompokan batuan beku, maka pertanyaan pertama dapat dibenarkan dan masuk akal apabila magma terdiri dari 3 jenis, sedangkan pertanyaan kedua, apakah benar bahwa magma hanya ada satu jenis saja dan bagaimana caranya sehingga dapat membentuk batuan yang bersifat ultrabasa,  basa,  intermediate,  dan  asam?.  Untuk  menjawab  pertanyaan  ini,  ada  2  cara  untuk menjelaskan bagaimana batuan yang bersifat basa, intermediate, dan asam itu dapat terbentuk dari satu  jenis  magma  saja?  Jawabannya  adalah  melalui  proses  Diferensiasi  Magma  dan  proses Asimilasi Magma

DIFERENSIASI  MAGMA  adalah  proses  penurunan  temperatur  magma  yang  terjadi  secara perlahan yang diikuti dengan terbentuknya mineral-mineral seperti yang ditunjukkan dalam deret reaksi  Bowen.  Pada  penurunan  temperatur  magma  maka  mineral  yang  pertama  kali  yang  akan terbentuk  adalah  mineral  Olivine,  kemudian  dilanjutkan  dengan  Pyroxene,  Hornblende,  Biotite (Deret  tidak  kontinu).  Pada  deret  yang  kontinu,  pembentukan  mineral  dimulai  dengan terbentuknya  mineral  Ca-Plagioclase  dan  diakhiri  dengan  pembentukan  Na-Plagioclase.  Pada penurunan  temperatur  selanjutnya  akan  terbentuk  mineral  K-Feldspar(Orthoclase),  kemudian dilanjutkan  oleh  Muscovite  dan  diakhiri  dengan  terbentuknya  mineral  Kuarsa  (Quartz).  Proses pembentukan mineral akibat proses diferensiasi magma  dikenal juga sebagai Mineral Pembentuk Batuan (Rock Forming Minerals).

Pembentukan  batuan  yang  berkomposisi  ultrabasa,  basa,  intermediate,  dan  asam  dapat    terjadi melalui proses diferensiasi magma.  Pada tahap awal penurunan temperatur magma, maka mineral-mineral yang akan terbentuk untuk pertama kalinya adalah Olivine, Pyroxene  dan Ca-plagioklas dan sebagaimana diketahui bahwa mineral-mineral tersebut adalah  merupakan mineral penyusun batuan  ultra  basa.  Dengan  terbentuknya  mineral-mineral  Olivine,  pyroxene,  dan  Ca-Plagioklas maka konsentrasi larutan magma akan semakin bersifat basa hingga intermediate dan pada kondisi ini  akan  terbentuk  mineral  mineral  Amphibol,  Biotite  dan  Plagioklas  yang  intermediate (Labradorite  –  Andesine)  yang  merupakan  mineral pembentuk batuan Gabro (basa) dan  Diorite (intermediate). Dengan terbentuknya mineral-mineral tersebut diatas, maka sekarang  konsentrasi magma  menjadi  semakin  bersifat  asam.  Pada  kondisi  ini  mulai  terbentuk  mineral-mineral  K-Feldspar  (Orthoclase),  Na-Plagioklas  (Albit),  Muscovite,  dan  Kuarsa  yang  merupakan  mineral-mineral penyusun batuan Granite dan Granodiorite (Proses diferensiasi magma ini dikenal dengan seri reaksi Bowen).

ASIMILASI  MAGMA  adalah  proses  meleburnya  batuan  samping  (migling)  akibat  naiknya magma ke arah permukaan dan proses ini dapat menyebabkan magma yang tadinya bersifat basa berubah menjadi asam karena komposisi batuan sampingnya lebih bersifat asam. Apabila magma asalnya bersifat asam sedangkan  batuan sampingnya  bersifat basa, maka batuan  yang terbentuk umumnya  dicirikan  oleh  adanya  Xenolite  (Xenolite  adalah  fragment  batuan  yang  bersifat  basa yang  terdapat  dalam  batuan  asam).    Pembentukan  batuan  yang  berkomposisi  ultrabasa,  basa, intermediate, dan asam dapat juga terjadi apabila magma asal (magma basa) mengalami asimilasi dengan batuan sampingnya. Sebagai contoh suatu magma basa yang menerobos batuan samping yang  berkomposisi  asam  maka  akan  terjadi  asimilasi  magma,  dimana  batuan  samping  akan melebur dengan  larutan  magma  dan hal ini akan membuat konsentrasi magma  menjadi bersifat intermediate  hingga  asam.  Dengan  demikian  maka  batuan-batuan  yang  berkomposisi  mineral

Penamaan Batuan Beku  
Penamaan batuan beku ditentukan berdasarkan dari komposisi mineral-mineral utama (ditentukan berdasarkan  persentase  volumenya)  dan  apabila  dalam  penentuan  komposisi  mineralnya  sulit ditentukan  secara  pasti,  maka  analisis  kimia  dapat  dilakukan  untuk  memastikan  komposisinya. Yang dimaksud dengan  klasifikasi batuan beku disini adalah semua batuan beku yang terbentuk seperti yang  diuraikan  diatas (volkanik, plutonik, extrusive,  dan intrusive). Dan batuan beku ini mungkin terbentuk oleh proses magmatik, metamorfosa, atau kristalisasi metasomatism.






                                                       





Batuan Gunungapi  
Apabila akhirnya dalam perjalanan keatas magma  dapat  mencapai permukaan bumi,  maka akan terjadi gejala  vulkanisma  dan membentuk sebuah  gunungberapi. Istilah  vulkanisma berasal dari kata  latin  “vulkanismus”    nama  dari  sebuah  pulau  yang  legendaris.  Vulkanisma  dapat didefinisikan  sebagai  tempat  atau  lubang  diatas  muka  Bumi  dimana  daripadanya  dikeluarkan bahan atau bebatuan yang pijar atau gas yang berasal dari bagian dalam bumi ke permukaan, yang kemudian produknya akan disusun dan membentuk sebuah kerucut atau gunung. Adapun sejumlah bahan-bahan  yang  dikeluarkan  melalui  lubang,  yang  kemudian  dikenal  sebagai  pipa  kepundan, terdiri dari pecahan-pecahan batuan yang tua yang telah ada sebelumnya yang membentuk tubuh gunung-berapi,  maupun  bebatuan yang  baru  samasekali  yang  bersumber  dari  magma  di  bagian yang  dalam  dari litosfir yang  selanjutnya disemburkan oleh  gas  yang terbebas. Magma tersebut akan dapat keluar mencapai permukaan bumi apabila geraknya cukup cepat  melalui rekahan atau patahan  dalam  litosfir  sehingga  tidak  ada  waktu  baginya  untuk  mendingin  dan  membeku.  Terdapat dua sifat dari magma yang dapat memberikan potensi untuk bertindak demikian, dan itu adalah pertama kadar gas yang ada didalam magma dan yang kedua adalah kekentalannya
Bahan Bahan Yang Dikeluarkan Pada Erupsi Gunungberapi  Kegiatan  gunung-berapi  dapat  diikuti  dengan  keluarnya  bahan  yang  bersifat  encer  pijar  yang mengalir  dari  pusatnya  dan  dinamakan  lava  atau  berupa  fragmen-fragmen  bebatuan  berukuran bongkah  hingga  debu  yang  halus  yang  disemburkan  dengan  letusan.  Disamping  itu  juga dikeluarkan  sejumlah  gas  dan  uap.  Produk-produk  kegiatan  gunung-berapi  dapat  dikelompokan menjadi  4  kelompok,  yakni  :(1).  Aliran  lava,  (2).  Gas  dan  uap,  (3).  Piroklastika  atau  rempah-rempah  gunugapi  dan  (4).  Lahar,  yaitu  rempah-rempah  lepas  yang  tertimbun  pada  tubuh gunungapi yang kemudian diangkut oleh media air sebagai larutan pekat dengan densitas tinggi



Tipe Tipe Lava 
Berdasarkan  komposisi  dan sifat  fisik  dari  magma  asalnya,  sifat-sifat  ekternal  dari  lava  seperti cara-cara bergerak (mengalir), sebaran dan sifat internalnya seperti bentuk dan strukturnya setelah membeku,  tipe lava dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : (1). lava basaltis. (2). Lava andesitis dan (3). Lava rhyiolitis

1.      Lava basaltis :
Merupakan lava yang paling banyak dikeluarkan berasal dari magma yang bersusunan mafis, bersuhu  tinggi  dan  mempunyai  viskositas  yang  rendah.  Lava  ini  akan  mudah  mengalir mengikuti lembah  yang ada dan mampu menyebar  hingga mencapai jarak yang sangat jauh dari sumbernya apabila lerengnya cukup besar, tipis dan magma yang keluar cukup banyak. Di Hawaii lava basaltis mampu menempuh jarak   50 Km dari sumbernya dengan ketebalan rata-rata    5  meter.  Di  Iceland  bahkan  jaraknya  dapat  mencapai  100  Km  lebih,  dan  di  dataran Columbia lebih dari 150 Km.  
Lava basaltis akan membeku menghasilkan 2 macam bentuk yang khas, yaitu bentuk Aa dan Pahoehoe  (istilah  Polynesia  di Hawaii,  dilafalkan  :  pa-hoy-hoy,  yang  artinya  “tali”).  Lava yang encer akan bergerak mengalir  dengan kecepatan 30 Km/jam, menyebar sehingga mampu mencapai ketebalan 1  meter, dan  membeku dengan  permukaan  yang  masih  elastis sehingga akan terseret  dan  membentuk  lipatan-lipatan  melingkar  seperti  tali  (gambar  3-14).  Semakin jauh  dari  pusatnya  kekentalannya  akan  meningkat  dan  membeku  dengan  permukaan  yang rapuh  namun  bagian  dalamnya  yang  masih  panas  dan  encer  tetap  bergerak  dan  menyeret  bagian  permukaannya  yang  membeku.  Karena  bagian  dalamnya  bergerak  lebih  cepat  dari permukaannya, maka akibatnya akan membentuk permukaan lava yang kasar, dengan ujung-ujungnya yang runcing-runcing.
2.      Lava andesitis 
Lava ini mempunyai susunan antara basaltis dan rhyolitis, atau intermediate.  Lava andesitis yang  mempunyai  sifat  fisik  kental,  tidak  mampu  mengalir  jauh  dari  pusatnya.  Pada  saat membeku,  seperti  halnya  lava  basalti  juga  dapat  membentuk  struktur  Aa,  kekar  tiang  dan struktur bantal. Tetapi jarang sekali kembentuk struktur Pahoe-hoe.
3.      Lava rhyolitis 
Karena  magma  jenis  ini  sifatnya  sangat  kental,  jarang  sekali  dijumpai sebagai  lava,  karena sudah membeku dibawah permukaan sebelum terjadi erupsi. 
Gas dan uap yang dikeluarkan oleh gunungapi beberapa daripadanya berasal dari permukaan bumi. Air yang berasal dari permukaan atau dekat permukaan Bumi, akan diubah menjadi uap pada saat ia bersentuhan dengan permukaan magma dan  berkembang menjadi letusan  yang hebat. Jumlah gas yang terdapat didalam magma, berkisar antara 1% hingga setinggi-tingginya 9%, dimana yang utama  adalah  uap  air  dan  CO  dengan  sedikit  N,  SO,  Cl  dan  beberapa  yang  lainnya.  Pada kedalaman  beberapa  puluh  Km,  gas-gas  tersebut  tetap  berada  dalam  kadaan  terlarut  didalam magma  yang  berada  dalam  kondisi  tertekan  oleh  batuan  sekitarnya.  Gas-gas tersebut kemudian akan terkumpul dibagian atas dari magma yang bergerak naik serta menekan batuan yang terdapat diatasnya.  Apabila  gas  tersebut  samasekali terhalang  jalannya,  umpamanya  karena  ada  sumbat, maka  ini  akan  meningkatkan  tekanan  terhadap  batuan  diatasnya  dan  akhirnya  akan menghancurkannya.  Demikian  penghalang  tersebut  dapat  disingkirkan,  maka  gas  akan mengembang.   Letusan awal akan  menyeret  serta  bahan-bahan  batuan  yang ada  dan  kemudian diikuti oleh sempalan-sempalan lava keudara.
  Bom vulkanik adalah fragmen berukuran lebih besar dari 64 mm. Karena pada saat dilempar keudara keadaannya masih bersifat lelehan, maka pada saat membeku dan jatuh bentuknya ada yang terputar, dan ada pula yang setelah jatuh bagian dalamnya masih bersifat leleh pijar, dan setelah  mendingin  seluruhnya  akan  mempunyai  permukaan  rekah-rekah  menyerupai  “kerak roti”.  Akumulasi  bom-bom  volkanik  (bentuknya  agak  membundar)  yang  memadat  dan membentuk  sekelompok  batuan,  dinamakan  aglomerat.  Sedangkan  untuk  fragmen-fragmen berukuran bongkah yang bentuknya menyudut akan memadat dan membentuk batuan sebagai breksi vulkanik.  
  Lapili  adalah  fragmen  yang  berukuran  antara  64  dan  2  mm  dan  apabila  memadat  akan membentuk  batuan  dinamakan  lapili  aglomerat  atau  lapili  breksia,  tergantung  dari  bentuk fragmennya. 
  Debu vulkanik adalah fragmen yang berukuran kurang dari 2  mm  hingga ukuran debu dan apabila  memadat  dan  membatu  dinamakan  tufa.  Tufa  dapat  juga  mengandung  beberapa fragmen  berukuran besar  (lapili atau breksi),  maka kita  juga mempunyai  istilah-istilah  tufa-lapili  dan  tufa-breksi.  Dilapangan  kedua  istilah  ini  dapat  diamati  sebagai  lapili  atau  breksi sebagai fragmen, dan tufa sebagai semennya
Lahar  Lahar  adalah  istilah  Indonesia  yang  digunakan  terhadap  produk  gunungapi  yang  diangkut  oleh media  air  meteorik  (hujan)  atau  berasal  dari  danau  kepundan.    Istilah  ini  sudah  menjadi internasional yang sebelumnya dikenal sebagai “mudflow” atau “fragmental flow”. Lahar bergerak mengalir sepertinya lava, dikendalikan oleh gayaberat dan topografi. Di Indonesia, terutama bagi orang awam, istilah lahar dan lava acapkali dikaburkan. Apa yang mereka sebut lahar, sebenarnya adalah lava yang keluar dari kepundan
1.Batupasir Tuf  :  Batuan tuf  merupakan batuan volkaniklastik berukuran  kurang  dari  2mm. Berdasarkan  kehadiran  hablur  (crystal),  litik  (lithic)  atau  kaca/gelas  (vitrik),  tuf  ini  dapat dikelaskan menjadi: a). Tuf hablur; b).Tuf vitrik; dan c). Tuf litik 
2. Agglomerat  :  Agglomerat  adalah  batuan  volkaniklastik  (piroklastik)  yang  berukuran  lebih besar  daripada  64mm.  Agglomerat  terbentuk akibat  dari  letupan  gunung  api,  dan terbentuk berdekatan dengan kawah gunung berapi.



Sedimen dan Batuan Sedimen 
Sedimen  adalah  setiap  partikel  yang  dapat  ditransport  oleh  aliran  fluida  yang    kemudian diendapkan sebagai sedimen. Pada umumnya, sedimen diangkut dan dipindahkan oleh air (proses fluvial), oleh angin (proses aeolian) dan oleh es (glacier). Endapan pasir pantai dan endapan pada saluran  sungai  adalah  contoh-contoh  dari  pengangkutan  dan  pengendapan  fluvial,  meskipun sedimen  dapat  juga  mengendap  pada aliran yang sangat lambat atau pada air yang relatif  diam seperti di danau atau di lautan. Endapan “sand dunes” dan endapan “loess” yang terdapat di gurun  merupakan  contoh  dari  pengangkutan  dan  pengendapan  yang  disebabkan  oleh  proses  angin, sedangkan  endapan  “moraine”  yang  terdapat  di  daerah  yang  beriklim  dingin  merupakan  contoh dari pengangkutan dan pengendapan proses gletser.
Sedimen  merupakan bahan atau  partikel  yang  terdapat  di  permukaan bumi  (di  daratan ataupun lautan), yang telah mengalami proses pengangkutan (transportasi) dari satu tempat (kawasan) ke tempat  lainnya.  Sedimen  ini  apabila  mengeras  (membatu)  akan  menjadi  batuan  sedimen.  Ilmu yang mempelajari batuan sedimen disebut dengan sedimentologi. Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah  iklim, topografi, vegetasi  dan juga susunan  yang ada dari batuan. Sedangkan  faktor  yang  mengontrol  pengangkutan  sedimen  adalah  air,  angin,  dan  juga  gaya gravitasi.  Sedimen  dapat  terangkut  baik  oleh  air,  angin,  dan  bahkan  salju/gletser.  Mekanisme pengangkutan  sedimen  oleh  air  dan  angin  sangatlah  berbeda.  Pertama,  karena  berat  jenis  angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer.
Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang  disebut cekungan. Di tempat tersebut  sedimen  sangat  besar  kemungkinan  terendapkan  karena  daerah  tersebut  relatif  lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat  gaya grafitasi dari  sedimen  tersebut  maka  susah  sekali  sedimen  tersebut  akan  bergerak  melewati  cekungan

Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara, yaitu:  
1.  Suspension:  ini  umumnya  terjadi  pada  sedimen-sedimen  yang  sangat  kecil  ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.  2.  Bed load: ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir,  kerikil, kerakal, bongkah)  sehingga  gaya  yang  ada  pada  aliran  yang  bergerak  dapat  berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inersia butiran pasir tersebut pada saat diam.  Gerakan-gerakan sedimen  tersebut  bisa  menggelundung,  menggeser,  atau  bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.
3.  Saltation  yang  dalam  bahasa  latin  artinya  meloncat  umumnya  terjadi  pada  sedimen berukuran  pasir  dimana  aliran  fluida  yang  ada  mampu  menghisap  dan  mengangkut sedimen  pasir  sampai  akhirnya  karena  gaya  grafitasi  yang  ada  mampu  mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.
Secara umumnya, sedimen atau batuan sedimen terbentuk dengan dua cara, yaitu: 
1.      Batuan sedimen yang terbentuk dalam cekungan pengendapan atau dengan kata lain tidak mengalami proses  pengangkutan.  Sedimen  ini  dikenal sebagai  sedimen  autochthonous. Yang termasuk dalam kelompok batuan autochhonous antara lain adalah batuan evaporit (halit) dan batugamping.

2.      Batuan sedimen yang mengalami proses transportasi, atau dengan kata lain, sedimen yang berasal dari luar cekungan yang ditransport dan diendapkan di dalam cekungan. Sedimen ini dikenal dengan sedimen allochthonous. Yang termasuk dalam kelompok  sedimen ini adalah Batupasir, Konglomerat, Breksi, Batuan Epiklastik.


Klasifikasi batuan sedimen  
Sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan atas ukuran butir dan atau komposisinya

1.      Ukuran Butir  
Ukuran  butir  atau  ukuran partikel  diukur  dengan  mengacu  pada  diameter  dari  butiran material, seperti sedimen atau partikel yang telah mengalami pembatuan pada batuan klastik. Material yang berbutir dapat berukuran mulai dari ukuran koloid, lempung, lanau, pasir, kerakal hingga bongkah (boulder). Sebaliknya, ukuran kristal adalah ukuran dari satu Kristal, sedangkan didalam butiran dapat  tersusun  dari  beberapa  kristal.  Ukuran  butir  sedimen  diukur  berdasarkan  atas  2  skala logaritma, yang  dikenal dengan skala "Phi",  dimana  ukuran partikel dibagi mulai dari "colloid" hingga  "boulder".  Skala  Wentworth  dipakai  di  Amerika  Serikat,  dimana  ukuran  butir  diukur
















2.      Komposisi 
Pada dasarnya, komposisi sedimen dapat diketahui dari litologi batuan asalnya, komposisi mineral dan susunan kimiawinya. Kondisi ini menjadikan lempung dapat bermakna dua, yaitu disatu sisi lempung dipakai sebagai ukuran besar butir dan disisi lain digunakan sebagai komposisi mineral penyusun batuan.
Pengangkutan Sedimen  1.  Pergerakan Partikel. Sedimen dapat terangkut oleh kekuatan dari alirannya dan hal ini sangat tergantung pada ukuran butir, volume, densitas dan bentuknya. Aliran air yang lebih kuat  akan  meningkatkan  dalam  mengangkat  dan  menyeret  partikel  partikel  sehingga menyebabkan partikel-partikel terangkat terutama partikel yang ukurannya lebih besar dan lebih  berat  dan  terangkut  mengikuti  gerakan  aliran.  Kekuatan  aliran  akan  meningkatkan daya angkat dan daya dorong terhadap partikel partikel yang dapat mengakibatkan partikel-partikel  tersebut  terangkat,  sedangkan  partikel  yang  lebih  besar  atau  partikel  yang  lebih berat akan terlihat seperti bergerak kearah bagian bawah disepanjang aliran














Apabila  kecepatan  gerakan  partikel  keatas  hampir  sama  dengan  kecepatan  pengendapan,  maka sedimen  akan  terangkut    kearah  hilir  sungai  sebagai  “suspended  load”.  Jika  kecepatan  dari gerakan  partikel  keatas  lebih  kecil  dibandingkan  dengan  kecepatan  pengendapan  (pemadatan), akan tetapi masih cukup kuat untuk sedimen berpindah, maka partikel akan berpindah disepanjang lapisan  sebagai  “bed  load”  yaitu  dengan  cara  menggelinding,  meluncur  dan  saltasi  (meloncat masuk kedalam aliran, sehingga terangkut pada jarak dekat kemudian mengendap kembali). Jika kecepatan gerakan keatas lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pengendapan, sedimen akan tertransport dalam aliran sebagai  wash load. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran partikel yang berbeda beda dapat berpindah disetiap lokasi dimana air mengalir.

3.      Pembentukan  perlapisan  sungai  (Fluvial  bedforms).  Pergerakan  sedimen  dapat membentuk struktur yang teratur dengan sendirinya seperti struktur-struktur riak (ripple), gumuk (dunes), antidunes pada sungai atau perlapisan sungai. Bentuk perlapisan seringkali terawetkan  dalam  batuan  sedimen  dan  dapat  dipakai  untuk  memperkirakan  arah  dan besarnya  aliran  saat  sedimen  diendapkan.  Bentuk  lapisan  (bedform)  adalah  kenampakan suatu  endapan  diatas  lapisan  suatu  sungai  (proses  fluviatil)  atau  masa  aliran  air  yang terbentuk  oleh  perpindahan  dari  material  yang  disebabkan  oleh  aliran.  Bentuk  lapisan dicirikan  oleh  parameter  aliran  dan  terutama  terhadap  kedalaman  aliran  dan  kecepatan, yang dinyatakan sebaga bilangan Froude. 

 4.    Pembentukan  perlapisan  Vs  Aliran.  Jenis  jenis  keseragaman  arah  dari  bentuk perlapisan  dapat  merepresentasikan  dari    kecepatan  aliran,  anggapan  bahwa  jenis-jenis sedimen (pasir dan lanau) dan kedalaman air, diperlihatkan dalam tabel dibawah dan dapat dipakai  untuk  menafsirkan  lingkungan  pengendapan  seiring  dengan  meningkatnya kecepatan  aliran.  Tabel  dibawah  dapat  dipakai  secara  umum,  karena  perubahan  didalam ukuran butir dan kedalaman aliran dapat merubah bentuk lapisan dalam skenario tertentu. Lingkungan  dua  arah  seperti  tidal  flat  (dataran  pasang  surut)  akan  menghasilkan  bentuk lapisan yang sama, tetapi hasil kerja sedimen dan arah yang berlawanan dari struktur aliran yang komplek. 














Pembentukan Batuan Sedimen
Batuan sedimen terbentuk ketika sedimen diendapkan melalui air, angin, gayaberat, atau es/glasial yang mengalir membawa partikel-partikel dalam bentuk suspensi. Sedimen sedimen ini seringkali berasal dari proses pelapukan dan erosi hasil penghancuran batuan menjadi partikel-partikel lepas. Partikel-partikel  ini kemudian diangkut dari sumbernya ketempat  tempat pengendapannya. Jenis sedimen  yang  terangkut  kesuatu  tempat  tergantung  pada  kondisi  geologi  yang  ada  di  daerah sumber sedimennya. Beberapa batuan sedimen, seperti batuan evaporit, tersusun dari material yang berasal dimana sedimen  diendapkan. Batuan sedimen secara alami tidak hanya  tergantung  pada pasokan sedimen, tetapi juga pada lingkungan sedimen dimana sedimen terbentuk.


1. Lingkungan Pengendapan/Sedimentasi  Tempat  dimana  batuan  sedimen  terbentuk  dikenal  sebagai  lingkungan  pengendapan.  Setiap lingkungan  pengendapan  mempunyai  karakteristik  masing-masing  yang  dipengaruhi  oleh  kombinasi antara proses proses geologi dengan  lingkungan sekitarnya. Jenis jenis sedimen  yang diendapkan tidak hanya tergantung pada sedimen yang diangkut akan tetapi juga tergantung pada lingkungan dimana sedimen itu diendapkan.

Cekungan Sedimentasi 
Cekungan sedimentasi adalah suatu tempat yang sangat luas dimana sedimen terakumulasi. Jumlah sedimen  yang  dapat  diendapkan  dalam  suatu  cekungan  sangat  tergantung  pada  kedalaman  cekungan  tersebut,  dan  tempat  ini  disebut  juga  sebagai ruang  akomodasi  sedimen.  Kedalaman, bentuk dan  ukuran suatu  cekungan ditentukan  oleh posisi tektoniknya.  Apabila litosfir bergerak kearah atas (tectonic uplift) maka daratan akan naik melewati ketinggian muka air laut, maka erosi akan mulai bekerja dan  daerah tersebut akan  menjadi sumber  material  dari sedimen  yang baru. Tempat  tempat  dimana  litosfir  bergerak  turun,  maka  akan  terbentuk  suatu  cekungan  dimana sedimentasi akan terjadi ditempat ini dan ketika litosfir tetap mengalami penurunan, maka ruang akomodasi yang baru akan terus terbentuk.

Sifat Sifat Batuan Sedimen
1.      Perlapisan   
Pada  umumnya  batuan  sedimen  dapat  dikenali  dengan  mudah  dilapangan  dengan  adanya perlapisan.  Perlapisan  pada  batuan  sedimen  klastik  disebabkan  oleh  (1)  perbedaan  besar  butir, seperti misalnya antara batupasir dan batulempung; (2) Perbedaan warna batuan, antara batupasir yang berwarna abu-abu terang dengan batulempung yang berwarna abu-abu kehitaman. Disamping itu, struktur sedimen juga  menjadi penciri dari batuan sedimen,  seperti struktur  silang siur atau struktur  riak  gelombang.  Ciri  lainnya  adalah  sifat  klastik,  yaitu  yang  tersusun  dari  fragmen-fragmen  lepas  hasil  pelapukan  batuan  yang  kemudian  tersemenkan  menjadi  batuan  sedimen klastik.  Kandungan  fosil  juga  menjadi  penciri  dari  batuan  sedimen,  mengingat  fosil  terbentuk sebagai akibat dari organisme yang terperangkap ketika batuan tersebut diendapkan

.   2.  Tekstur   Pada  hakekatnya  tekstur adalah  hubungan antar butir /  mineral yang terdapat di dalam  batuan.  Tekstur  yang  terdapat  dalam  batuan  sedimen  terdiri  dari  fragmen  batuan  /  mineral  dan  matrik (masa dasar). Adapun yang termasuk dalam tekstur pada batuan sedimen klastik terdiri dari: Besar butir  (grain  size),  Bentuk  butir  (grain  shape),  kemas  (fabric),  pemilahan  (sorting),  sementasi, kesarangan (porosity), dan kelulusan (permeability). 

a.  Besar Butir (Grain Size) adalah ukuran butir dari material penyusun batuan sedimen diukur berdasarkan klasifikasi Wenworth.  
b.  Bentuk  butir  (Grain  shape)  pada  sedimen  klastik  dibagi  menjadi:  Rounded  (Membundar), Sub-rounded  (Membundar-tanggung),  Sub-angular  (Menyudut-tanggung),  dan  Angular (Menyudut).  Kebundaran  (Sphericity):  Selama  proses  pengangkutan  (transportasi), memungkinan butiran butiran partikel yang diangkut menjadi berkurang ukurannya oleh akibat abrasi. Abrasi yang bersifat acak akan menghasilkan kebundaran yang teratur pada bagian tepi butiran.  Jadi, pembulatan butiran memberi kita petunjuk mengenai lamanya waktu sedimen mengalami  pengangkutan  dalam  siklus  transportasi.  Pembulatan  diklasifikasikan  dengan persyaratan relatif juga
c.  Kemas  (Fabric)  adalah  hubungan antara  masa  dasar dengan  fragmen  batuan /  mineralnya.  Kemas pada batuan sedimen ada 2, yaitu : Kemas Terbuka, yaitu hubungan antara masa dasar dan fragmen butiran yang kontras sehingga terlihat fragmen butiran mengambang diatas masa dasar  batuan.    Kemas  tertutup,  yaitu  hubungan  antar  fragmen butiran  yang relatif seragam, sehingga menyebabkan masa dasar tidak terlihat).  
d.  Pemilahan  (sorting)  adalah  keseragaman  ukuran  butir  dari  fragmen  penyusun  batuan. Pemilahan  adalah  tingkat  keseragaman  ukuran  butir.  Partikel  partikel  menjadi  terpilah  atas dasar densitasnya (beratjenisnya), karena energi dari media pengangkutan. Arus energi yang tinggi  dapat  mengangkut  fragment  fragmen  yang  besar.  Ketika  energi  berkurang,  partikel partikel yang lebih berat diendapkan dan fragmen fragmen yang lebih ringan masih terangkut oleh  media  pengangkutnya.  Hasil  pemilahan  ini  berhubungan  dengan  densitas.  Apabila partikel partikel mempunyai densitas yang sama, kemudian partikel-partikel yang lebih besar juga  akan  menjadi  besar,  sehingga  pemilahan  akan  terjadi  berdasarkan  ukuran  butirnya. Klasifikasi  pemilahan  ukuran  butir  didasarkan  secara  relatif,  yaitu    pemilahan  baik  hingga pemilahan  buruk.  Pemilahan  memberi  kunci  terhadap  kondisi  energi  media  pengangkut dimana sedimen diendapkan.
e.  Sementasi  adalah  bahan  pengikat  antar  butir  dari  fragmen  penyusun  batuan.  Macam  dari bahan semen pada batuan sedimen klastik adalah : karbonat, silika, dan oksida besi. 
f.  Kesarangan (Porocity) adalah ruang yang terdapat diantara fragmen butiran yang ada pada batuan.  Jenis  porositas  pada  batuan  sedimen  adalah  Porositas  Baik,  Porositas  Sedang, Porositas Buruk. 
g.  Kelulusan (Permeability) adalah sifat yang dimiliki oleh batuan untuk dapat meloloskan air. Jenis  permeabilitas  pada  batuan  sedimen  adalah  permeabilitas  baik,  permeabilitas  sedang, permeabilitas buruk.
Struktur Sedimen

   Stratifikasi dan Perlapisan  

a.  Rithem  Layering  (Ritme  Perlapisan)  –  Perulangan  perlapisan  sejajar  pada  dasarnya dikarenakan sifat yang berbeda. Kadang-kadang disebabkan oleh perubahan musim dalam pengendapan. Misalnya di danau, sedimen kasar akan diendapkan pada musim panas dan sedimen halus diendapkan pada musim dingin ketika permukaan danau membeku.  
b.  Cross  Bedding  (Silangsiur)  –  Sekumpulan  perlapisan  yang  saling  miring  satu  sama lainnya.  Perlapisan  cenderung  miring  kearah  dimana  angin  atau  air  mengalir  pada  saat pengendapan terjadi. Batas diantara sekelompok perlapisan umumnya diwakili oleh bidang erosi. Sangat umum dijumpai sebagai endapan pantai, sebagai sand dunes (gumuk pasir) dan endapan sediment sungai.   
c.  Ripple Marks – karakteristik dari endapan air dangkal. Penyebabnya oleh gelombang atau angin.     
d.  Graded  Bedding  (Perlapisan  bersusun)  –  Terjadi  sebagai  akibat  berkurangnya kecepatan arus, dimana partikel partikel yang lebih besar dan berat akan mengendap paling awal  diikuti  kemudian  oleh  partikel-partikel  yang  lebi  kecil  dan  lebih  ringan.  Hasil pengendapannya  akan  memperlihatkan  perlapisan  dengan  ukuran  butir  yang  menghalus kearah atas.   
e.  Mud  cracks  –  hasil  dari  pengeringan  dari  sedimen  yang  basah  di  permukaan  bumi. Rekahan terbentuk oleh pengkerutan sedimen ketika sedimen mengering.    
f.  Raindrop  Marks  -  Sumuran  (Krater  kecil)  yang  terbentuk  oleh  jatuhan  air  hujan. Kehadirannya merupakan tanda sedimen tersingkap ke permukaan bumi. 

Batuan Metamorf 
Kata  “metamorfosa”  berasal  dari  bahasa  Yunani,  yaitu  “metamorphism”  dimana  “meta”  yang artinya  “berubah”  dan  “morph”  yang  artinya  “bentuk”.  Dengan  demikian  pengertian “metamorfosa” dalam geologi adalah merujuk pada perubahan dari kelompok mineral dan tekstur batuan yang  terjadi  dalam  suatu  batuan yang  mengalami  tekanan  dan temperatur  yang  berbeda dengan tekanan  dan temperatur saat  batuan  tersebut  pertama  kalinya  terbentuk.  Sebagai catatan bahwa  istilah  “diagenesa”  juga  mengandung  arti  perubahan  yang  terjadi  pada  batuan  sedimen. Hanya saja proses  diagenesa terjadi pada temperatur dibawah 200° C dan tekanan dibawah 300 MPa  (MPa  =  Mega  Pascal)  atau  setara  dengan  tekanan  sebesar  3000  atmosfir,  sedangkan “metamorofsa”  terjadi  pada  temperatur  dan  tekanan  diatas  “diagenesa”.  Batuan  yang  dapat mengalami tekanan dan temperatur diatas 300 Mpa dan 200° C umumnya berada pada kedalaman tertentu dan biasanya berasosiasi dengan proses tektonik, terutama di daerah tumbukan lempeng atau zona subduksi. Batas  atas antara proses  metamorfosa dan pelelehan batuan  masih  menjadi pertanyaan  hingga  saat  ini.  Sekali  batuan  mulai  mencair,  maka  proses  perubahan  merupakan proses pembentukan batuan beku. Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan  beku,  sedimen,  metamorf)  yang  mengalami perubahan  temperatur(T),  tekanan  (P),  atau Temperatur  (T)  dan Tekanan  (P)  secara  bersamaan  yang berakibat  pada  pembentukan  mineral-mineral baru dan tekstur batuan yang baru.

Tipe Metamorfosa 
1.  Metamorfosa  Kataklastik  adalah  metamorfosa  yang  diakibatkan  oleh  deformasi  mekanis, seperti  yang  terjadi  pada  dua  blok  batuan  yang  mengalami  pergeseran  satu  dan  lainnya disepajang  suatu  zona  sesar  /  patahan.  Panas  yang  ditimbulkan  oleh  gesekan  yang  terjadi disepanjang zona patahan inilah yang mengakibatkan batuan tergerus dan termetamorfosokan disepanjang  zona  ini.  Metamorfosa  kataklastik  jarang  dijumpai  dan  biasanya  menyebaran terbatas hanya disepanjang zona sesar. 
2.  Metamorfosa Burial  adalah  metamorfosa yang terjadi apabila batuan  sedimen  yang  berada pada  kedalaman  tertentu  dengan  temperaturnya  diatas  300°  C  serta  absennya  tekanan diferensial. Pada  kondisi tersebut  maka  mineral-mineral baru akan berkembang, akan  tetapi batuan tampak seperti tidak mengalami metamorfosa. Mineral utama yang dihasilkan dalam kondisi tersebut adalah mineral zeolite. Metamorfosa burial umumnya saling overlap dengan diagenesa  dan  akan  berubah  menjadi  metamorfosa  regional  seiring  dengan  meningkatnya tekanan dan temperatur. 
3.  Metamorfosa  Kontak  adalah  metamorfosa  yang  terjadi  didekat  intrusi  batuan  beku  dan merupakan hasil dari kenaikan temperatur yang tinggi dan berhubungan dengan intrusi batuan beku. Metamorfosa kontak hanya terjadi disekeliling intrusi yang terpanaskan oleh magma dan bagian  kontak  ini  dikenal  sebagai  “aureole  metamorphic”.  Derajat  metamorfosa  akan
4.  Metamorfosa  Regional  adalah  metamorfosa  yang  terjadi  pada  wilayah  yang  sangat  luas dimana  tingkat  deformasi  yang  tinggi  dibawah  tekanan  diferensial.  Metamorfosa  jenis  ini biasanya akan menghasilkan batuan metamorf  dengan tingkat foliasi yang sangat kuat, seperti Slate,  Schists,  dan  Gneisses

Derajat Metamorfosa 
Berdasarkan  tekanan  dan temperatur  yang  berada  diatas  kondisi  diagenesa,  maka  ada  3  tingkat derajat  metamorfosa  yang  dapat  dikenal,  yaitu  derajat  metomorfosa  rendah,  sedang  dan  tinggi. Adapun batas antara metamorfosa dan peleburan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan dan jumlah air yang terdapat dalam batuan. Pada gambar 3-24 diperlihatkan hubungan antara Tekanan (P), Temperatur (T), Kedalaman (D) dan Tipe/Jenis Metamorfosa. Metamorfosa Burial dicirikan oleh tekanan,  temperatur,  yang rendah  dan  kedalaman  yang  relatif  dangkal.  Tipe  metamorfosa  akan meningkat  seiring  dengan  meningkatnya  tekanan,  temperatur,  dan  kedalaman,  yaitu  dari  Burial Metamorfosa  berubah  menjadi  Metamorfosa  Regional  Derajat  Rendah  dan  kemudian  dengan semakin meningkatnya tekanan, temperatur dan kedalaman Metamorfosa Regional Derajat Rendah dapat berubah menjadi Metamorfosa Regional Derajat Tinggi, sedangkan pada kedalaman (D > 20 km), Tekanan (P > 7 kilobars), dan Temperatur (T > 700° C ) batuan akan mengalami peleburan (mencair) menjadi magma.












Kecepatan dimana suatu batuan akan mengalami perubahan dari sekumpulan mineral-mineralnya untuk mencapai keseimbangan pada kondisi tekanan dan temperatur yang baru tergantung pada 3 (tiga) faktor, yaitu:
1.  Kandungan  fluida  (terutama  air)  yang  ada  dalam  batuan.  Air  yang  ada  dalam  batuan berfungsi sebagai katalisator dalam mentransformasi mineral-mineral yang terdapat dalam batuan.
2.  Temperatur, reaksi kimia akan terjadi lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi.
3.  Waktu,  untuk  dapat  tumbuhnya  kelompok  mineral  mineral  metamorfik  yang  baru  pada suatu batuan sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur yang bekerja terhadap batuan



(DESKRIPSI BATUAN BEKU, SEDIMEN,DAN METAMORF)
1. Granit

 










Warna                          : Putih, abu-abu, atau campuran keduanya.
Sifat Batuan                : Asam (Felsik)
Tekstur                        : Faneritik
Struktur                       : Masif
Komposisi Mineral      : Kuarsa 10% – 50%                            Mika
Alkali Feldspar 65%  – 90%             Amphibole
Plagioklas Na 50%                            Biotit
Hornblende 10%                               Muskovit
Piroksen
Nama batuan: batuan granit
Genesa dan kegunaanya:
granit merupakan batuan yang berasal dari proses large intrusi, yaitu pembekuan bantuan dalam suhu tinggi sehingga mineral-mineral penyusunnya akan sempurna dan berukuran besar-besar.
Granit merupakan batuan beku asam, batuan dalam atau disebut batuan plutonik. Granit ini berbutir sangat kasar dengan kombinasi warna antara putih dengan abu – abu. Sebagai contoh granit pluton dari Pulau Karimun  berwarna abu – abu dengan butiran mineral sangat besar.
Granit sering digunakan untuk pondasi galangan kapal, dermaga, pengeras jalan dan bahan bangunan lainnya. Granit banyak digunakan untuk menunjang pembangunan teknik sipil yang memerlukan kondisi masif. Granit dapat dipoles untuk lantai dan dekorasi. Granit mempunyai variasi warna yang indah.

2.      Andesit

                         







DESKRIPSI BATUAN BEKU                  
            1.   Nomor Batuan                        :  B.7
            2.   Warna Batuan                        
                                                                a. Warna segar                         :  Coklat Keabu-abuan
                                                                b. Warna lapuk                        :  Coklat
            3.   Struktur Batuan                       :  Masif
            4.   Tekstur                                   
            a.Derajat Kristalisasi               :  Holokristalin
            b.Granularitas                          :Afanitik
            c.Bentuk Kristal                     :  Euhedral -Subhedral
            d.Relasi                                :  Equigranular
5.  komposisi Mineral                :  Kuarsa 40%, Piroksin 25%, Hornblende 15%,                                                         Biotit 15%, Mineral Lain 5%
            6.   Jenis Batuan                            :  Batuan Beku Intermediet
            7.   Nama Batuan                           :  Batu Andesit
8.  Keterangan :                                  1.     Kuarsa             4. Biotit
                                                                        2.      Piroksin          5. Mineral Lain
                                                                         3.      Hornblende
            9. GENESA DAN KEGUNAAN:
            Andesit banyak terdapat sebagai lava dan terjadi sebagai intrusi sekunder sebagai dike. Gunung api di Jawa pada umumnya bersifat andesit. Secara genetik andesit termasuk batuan vulkanik, sehingga pada saat terjadi penurunan suhu yang sangat cepat, maka terbentuk kristal yang sebagian ( hipokristalin ). Granularitas dari andesit biasanya fanerik ( halus ) di dalam bentuk yang euhedral –  subhedral.
Kegunaan pada andesit apabila digosok dengan baik dapat menghasilkan amdetis, avanturin serta mata kucing yang diperjualbelikan sebagai batuan setengah mulia yang memiliki nilai ekonomis. Andesit juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan gelas, kaca serta beberapa batu perhiasan.

3.      Batu Pasir











Jenis Batuan Sedimen  : Batuan sedimen silisiklastik.
Batuan berwarna coklat, struktur sedimen massif, tekstur meliputi : ukuran butir : <1 – 1 mm ( halus – sedang ) (fragmen : 1 mm (sedang), matriks : <1 mm ( halus ), bentuk butir subangular, sortasi buruk, kemas matriks supported, komposisi : mika 30%, material ukuran pasir sedang 70%.
Deskripsi Komposisi:
•         Material ukuran <1mm (pasir sedang) dengan warna kecoklatan, bentuk butir subangular, ukuran butir pasir sedang, kilap tanah, kelimpahan 70%.
•         Mica dengan warna bening, ukuran Kristal 1mm (sedang), kilap kaca, bentuk Kristal kristalin, struktur lembaran, belahan 1 arah, kelimpahan 30%.
Genesa :
Terbentuk akibat material hasil transportasi yang berukuran pasir terendapkan dan kemudian mengalami litifikasi membentuk batupasir.
Nama Batuan : Sandstone(batu pasir) ( Pettijohn, 1975).

4.      Batu  Bara










Jenis Batuan Sedimen  : Batuan sedimen nonkarbonat nonsilisiklastik.
Batuan berwarna abu-abu kehitaman, ukuran butir : <1 mm (lempung ), komposisi : material organic 100%.
Deskripsi Komposisi :
•         Material organic dengan warna abu-abu kehitaman, ukuran <1 mm ( halus) bentuk butir rounded, kilap tanah, struktur granular, kelimpahan 100%.
Genesa :
Terbentuk dari endapan organic seperti rawa, yang kemudian terlitifikasi dan mendapatkan tekanan tinggi pada endapan sedimen tersebut, dan menjadi batubara.
Nama Batuan : Batubara

5. Marmer

 








Warna Batuan : abu-abu ke kuningan
Struktur : Non foliasi
Tekstur : Palimpset
Komposisi Mineral : Mineral anti stress.
Genesa Batuan : Marmer atau disebut juga batu pualam merupakan batu gamping
yang mengalami proses malihan. Proses ini terjadi karena adanya
tekanan dan suhu yang sangat tinggi, sehingga tekstur batuan asal
seperti tekstur sedimen dan biologi menghilang dan membentuk
tekstur batuan yang baru (proses rekristalisasi).
Nama Batuan : Marmer















DAFTAR PUSTAKA

SABINS FLOYD. F., 1978, Remote Sensing: Principles and Interpretation, Second Edition, W H Freeman and Company.  

SOEJONO, M, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia. 

SUKENDAR,  A,  2002,  Kumpulan  Materi  Kuliah  Geologi  Fisik  dan  Geologi  Dinamis, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan

VERSTAPPEN,  M.  TH.,  1983,  Applied  Geomorphology  (Geomorphological  Surveys  for Environmental Development), Amsterdam: Elsevier Science Publishing Company Inc.  

WALTER, A. THURBER & ROBERT E KILBURN, 1967, Exploring Earth Sciences, Allyn and Bacon, Inc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar