Struktur Batuan Beku
Berdasarkan tempat
pembekuannya batuan beku
dibedakan menjadi batuan
beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan
menyebabkan perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan
dari batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita
perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku
1.
Struktur
batuan beku ekstrusif
Batuan
beku ekstrusif adalah batuan beku yang
proses pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini
yaitu lava yang memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai
proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini
diantaranya:
a. Masif,
yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat seragam.
b. Sheeting joint,
yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan
c. Columnar joint,
yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal seperti batang
pensil.
d. Pillow lava, yaitu
struktur yang menyerupai
bantal yang bergumpal-gumpal. Hal
ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
e. Vesikular, yaitu
struktur yang memperlihatkan lubang-lubang
pada batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan
gas pada saat pembekuan.
f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian
terisi oleh mineral
lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit
g. Struktur aliran, yaitu
struktur yang memperlihatkan adanya
kesejajaran mineral pada arah
tertentu akibat aliran
2.
Struktur
Batuan Beku Intrusif
Batuan beku
ekstrusif adalah batuan
beku yang proses
pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi.
berdasarkan kedudukannya terhadap
perlapisan batuan yang
diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua
yaitu konkordan dan diskordan.
Tubuh batuan
beku intrusif yang
sejajar dengan perlapisan
disekitarnya, jenis jenis
dari tubuh batuan ini yaitu :
a. Sill, tubuh
batuan yang berupa
lembaran dan sejajar
dengan perlapisan batuan disekitarnya.
b. Laccolith,
tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana perlapisan batuan
yang asalnya datar
menjadi melengkung akibat
penerobosan tubuh batuan
ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolih berkisar
dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.
c. Lopolith,
bentuk tubuh batuan yang merupakan
kebalikan dari laccolith, yaitu bentuk
tubuh batuan yang cembung ke bawah.
Lopolith memiliki diameter yang lebih
besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman
ribuan meter.
d. Paccolith,
tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah terbentuk
sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sampai ribuan
kilometer.
B. Diskordan Tubuh
batuan beku intrusif
yang memotong perlapisan
batuan disekitarnya. Jenis-jenis
tubuh batuan ini yaitu:
a. Dyke,
yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan memiliki bentuk
tabular atau memanjang.
Ketebalannya dari beberapa
sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan
meter.
b. Batolith,
yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu > 100 km2
dan membeku pada kedalaman yang besar.
c. Stock,
yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya lebih kecil
Tekstur Batuan Beku
Magma merupakan
larutan yang kompleks.
Karena terjadi penurunan
temperatur, perubahan
tekanan dan perubahan
dalam komposisi, larutan
magma ini mengalami
kristalisasi. Perbedaan kombinasi
hal-hal tersebut pada saat pembekuan magma mengakibatkan terbentuknya batuan
yang memilki tekstur yang berbeda. Ketika batuan beku membeku pada keadaan
temperatur dan tekanan yang tinggi di
bawah permukaan dengan
waktu pembekuan cukup
lama maka mineral-mineral penyusunya memiliki waktu
untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan ukuran mineral yang relatif
besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur dan tekanan permukaan
yang rendah, mineral-mineral penyusun
batuan beku tidak sempat membentuk
sistem kristal tertentu,
sehingga terbentuklah gelas
(obsidian) yang tidak
memiliki sistem kristal,
dan mineral yang terbentuk biasanya
berukuran relatif kecil.
Berdasarkan hal di
atas tekstur batuan
beku dapat dibedakan berdasarkan:
1. Tingkat kristalisasi
a) Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir
seluruhnya disusun oleh kristal
b) Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun
oleh kristal dan gelas
c) Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir
seluruhnya tersusun oleh gelas
2. Ukuran butir
a) Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir
seluruhmya tersusun oleh mineral-mineral yang berukuran kasar.
b) Aphanitic,
yaitu batuan beku
yang hampir seluruhnya
tersusun oleh mineral
berukuran halus.
3. Bentuk kristal Ketika pembekuan
magma, mineral-mineral yang
terbentuk pertama kali
biasanya berbentuk sempurna sedangkan
yang terbentuk terakhir
biasanya mengisi ruang
yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk
mineral yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:
a) Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna
b) Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang
sempurna
c) Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak
sempurna.
4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya
a) Unidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar
kristalnya dibatasi oleh bidang kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna)
b) Hypidiomorf
(Hypautomorf), yaitu sebagian
besar kristalnya berbentuk
euhedral dan subhedral.
c) Allotriomorf (Xenomorf), sebagian besar
penyusunnya merupakan kristal yang berbentuk anhedral.
5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya
a) Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun
batuannya hampir sama
b) Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun
batuannya tidak sama
Klasifikasi Batuan Beku
Batuan beku
diklasifikasikan berdasarkan tempat
terbentuknya, warna, kimia,
tekstur, dan mineraloginya.
1. Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibedakan
atas:
a) Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang
terbentuk jauh di perut bumi.
b) Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang
terbentu tidak jauh dari permukaan bumi
c) Batuan
beku vulkanik, yaitu
batuan beku yang
terbentuk di permukaan
bumi Berdasarkan warnanya, mineral
pembentuk batuan beku
ada dua yaitu
mineral mafic
(gelap) seperti
olivin, piroksen, amphibol
dan biotit, dan
mineral felsic (terang)
seperti Feldspar, muskovit, kuarsa dan feldspatoid.
2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan warnanya yaitu:
a. Leucocratic rock, kandungan mineral mafic
< 30%
b. Mesocratic rock, kandungan mineral mafic 30%
- 60%
c. Melanocratic rock, kandungan mineral mafic
60% - 90%
d. Hypermalanic rock, kandungan mineral mafic
> 90%
3. Berdasarkan kandungan
kimianya yaitu kandungan
SiO2-nya batuan beku
diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
a) Batuan beku asam (acid), kandungan SiO2 >
65%, contohnya Granit, Ryolit.
b) Batuan
beku menengah (intermediat), kandungan
SiO2 65% -
52%. Contohnya Diorit, Andesit
c) Batuan beku basa (basic), kandungan SiO2 52%
- 45%, contohnya Gabbro, Basalt
d) Batuan beku ultra basa (ultra basic),
kandungan SiO2 < 30%
Pada gambar
3-8 diperlihatkan pengelompokan
batuan beku dalam bagan,
berdasarkan susunan mineralogi. Gabro adalah batuan
beku dalam dimana
sebagian besar mineral-mineralnya adalah olivine dan
piroksin. Sedangkan Felsparnya
terdiri dari felspar
Ca-plagioklas. Teksturnya kasar
atau phanerik, karena mempunyai waktu pendinginan yang cukup lama didalam
litosfir. Kalau dia membeku lebih cepat
karena mencapai permukaan bumi, maka batuan beku yang terjadi adalah basalt dengan
tekstur halus. Jadi Gabro
dan Basalt keduanya mempunyai
susunan mineral yang sama, tetapi teksturnya
berbeda. Demikian pula
dengan Granit dan
Rhyolit, atau Diorit
dan Andesit. Granit dan Diorit mempunyai tekstur yang kasar, sedangkan
Rhyolit dan Andesit, halus. Basalt
dan Andesit adalah
batuan beku yang
banyak dikeluarkan gunung-berapi, sebagai
hasil pembekuan lava. Batuan
beku juga dapat dikelompokan berdasarkan bentuk-bentuknya didalam kerak Bumi.
Pada saat magma menerobos litosfir dalam perjalanannya menuju permukaan Bumi,
ia dapat menempati tempatnya didalam kerak dengan cara memotong struktur batuan
yang telah ada, atau mengikuti arah dari struktur batuan. Yang memotong struktur
disebut bentuk-bentuk diskordan, sedangkan yang mengikuti struktur disebut
konkordan (gambar 3-9).
Magma
Dalam daur
batuan dicantumkan bahwa
batuan beku bersumber
dari proses pendinginan
dan penghabluran lelehan batuan didalam
Bumi yang disebut
magma. Magma adalah suatu lelehan
silikat bersuhu tinggi berada didalam Litosfir, yang terdiri dari ion-ion yang
bergerak bebas, hablur yang mengapung didalamnya, serta mengandung sejumlah
bahan berwujud gas. Lelehan tersebut
diperkirakan terbentuk pada kedalaman berkisar sekitar 200 kilometer
dibawah permukaan Bumi, terdiri terutama dari unsur-unsur yang kemudian
membentuk mineral-mineral silikat. Magma yang mempunyai berat-jenis lebih
ringan dari batuan sekelilingnya, akan berusaha untuk naik melalui
rekahan-rekahan yang ada dalam litosfir hingga akhirnya mampu mencapai
permukaan Bumi.
Apabila
magma keluar, melalui kegiatan gunung-berapi dan mengalir diatas permukaan
Bumi, ia akan dinamakan lava. Magma ketika dalam perjalanannya naik menuju ke
permukaan, dapat juga mulai kehilangan mobilitasnya ketika masih berada didalam
litosfir dan membentuk dapur-dapur magma
sebelum mencapai permukaan.
Dalam keadaan seperti
itu, magma akan
membeku ditempat, dimana ion-ion didalamnya akan mulai kehilangan gerak
bebasnya kemudian menyusun diri,
menghablur dan membentuk batuan beku. Namun dalam proses pembekuan tersebut, tidak seluruh bagian dari lelehan
itu akan menghablur pada saat yang sama. Ada beberapa jenis mineral yang
terbentuk lebih awal pada suhu yang tinggi dibanding dengan lainnya.
Dalam gambar
3-10 diperlihatkan urutan penghabluran
(pembentukan mineral) dalam
proses pendinginan dan penghabluran lelehan silikat. Mineral-mineral
yang mempunyai berat-jenis tinggi karena
kandungan Fe dan
Mg seperti olivine,
piroksen, akan menghablur
paling awal dalam keadaan
suhu tinggi, dan
kemudian disusul oleh
amphibole dan biotite.
Disebelah kanannya kelompok
mineral felspar, akan diawali dengan jenis felspar calcium (Ca-Felspar) dan
diikuti oleh felspar kalium (K-Felspar). Akibatnya pada suatu keadaan tertentu,
kita akan mendapatkan suatu bentuk dimana hublur-hablur padat dikelilingi oleh
lelehan.
Bentuk-bentuk
dan ukuran dari hablur yang terjadi, sangat ditentukan oleh derajat kecepatan
dari pendinginan magma. Pada
proses pendinginan yang
lambat, hablur yang
terbentuk akan mempunyai bentuk
yang sempurna dengan
ukuran yang besar-besar.
Sebaliknya, apabila pendinginan
itu berlangsung cepat, maka ion-ion didalamnya akan dengan segera menyusun diri
dan membentuk hablur-hablur yang berukuran kecil-kecil, kadang berukuran
mikroskopis. Bentuk pola susunan
hablur-hablur mineral yang
nampak pada batuan beku tersebut
dinamakan tekstur batuan.
Proses Pembentukan Magma
Magma
dalam kerak Bumi dapat terbentuk sebagai akibat dari perbenturan antara 2 (dua)
lempeng litosfir, dimana salah satu dari lempeng yang berinteraksi itu menunjam dan menyusup
kedalam astenosfir. Sebagai akibat dari gesekan yang berlangsung antara kedua
lempeng litosfir tersebut, maka akan terjadi peningkatan suhu dan tekanan,
ditambah dengan penambahan air berasal dari sedimen-sedimen samudra akan
disusul oleh proses peleburan sebagian dari litosfir (gambar 3-11). Sumber magma
yang terjadi sebagai
akibat dari peleburan
tersebut akan menghasilkan
magma yang bersusunan asam
(kandungan unsur SiO2 lebih besar dari 55%). Magma yang bersusunan basa, adalah
magma yang terjadi
dan bersumber dari
astenosfir. Magma seperti
itu didapat di daerah-daerah yang mengalami gejala
regangan yang dilanjutkan dengan pemisahan litosfir.
Berdasakan sifat
kimiawinya, batuan beku
dapat dikelompokan menjadi
4 (empat) kelompok, yaitu: (1)
Kelompok batuan beku
ultrabasa/ultramafic; (2) Kelompok
batuan beku basa;
(3) Kelompok batuan beku
intermediate; dan (4)
Kelompok batuan beku
asam. Dengan demikian maka
magma asal yang membentuk batuan
batuan tersebut diatas dapat
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu magma basa, magma intermediate,
dan magma asam. Yang menjadi persoalan dari magma adalah :
1) Apakah benar bahwa magma terdiri dari 3 jenis
(magma basa, intermediate, asam) ?
2) Apakah mungkin magma itu hanya ada satu jenis
saja dan kalau mungkin bagaimana
menjelaskan cara terbentuknya
batuan-batuan yang komposisinya
bersifat ultrabasa, basa,
intermediate dan asam?
Berdasarkan
pengelompokan batuan beku, maka pertanyaan pertama dapat dibenarkan dan masuk
akal apabila magma terdiri dari 3 jenis, sedangkan pertanyaan kedua, apakah
benar bahwa magma hanya ada satu jenis saja dan bagaimana caranya sehingga
dapat membentuk batuan yang bersifat ultrabasa,
basa, intermediate, dan
asam?. Untuk menjawab
pertanyaan ini, ada
2 cara untuk menjelaskan bagaimana batuan yang
bersifat basa, intermediate, dan asam itu dapat terbentuk dari satu jenis
magma saja? Jawabannya
adalah melalui proses
Diferensiasi Magma dan
proses Asimilasi Magma
DIFERENSIASI
MAGMA adalah proses
penurunan temperatur magma
yang terjadi secara perlahan yang diikuti dengan
terbentuknya mineral-mineral seperti yang ditunjukkan dalam deret reaksi Bowen.
Pada penurunan temperatur
magma maka mineral
yang pertama kali
yang akan terbentuk adalah
mineral Olivine, kemudian
dilanjutkan dengan Pyroxene,
Hornblende, Biotite (Deret tidak
kontinu). Pada deret
yang kontinu, pembentukan
mineral dimulai dengan terbentuknya mineral
Ca-Plagioclase dan diakhiri
dengan pembentukan Na-Plagioclase. Pada penurunan temperatur
selanjutnya akan terbentuk
mineral K-Feldspar(Orthoclase), kemudian dilanjutkan oleh
Muscovite dan diakhiri
dengan terbentuknya mineral
Kuarsa (Quartz). Proses pembentukan mineral akibat proses
diferensiasi magma dikenal juga sebagai
Mineral Pembentuk Batuan (Rock Forming Minerals).
Pembentukan batuan
yang berkomposisi ultrabasa,
basa, intermediate, dan
asam dapat terjadi melalui proses diferensiasi
magma. Pada tahap awal penurunan
temperatur magma, maka mineral-mineral yang akan terbentuk untuk pertama
kalinya adalah Olivine, Pyroxene dan
Ca-plagioklas dan sebagaimana diketahui bahwa mineral-mineral tersebut
adalah merupakan mineral penyusun
batuan ultra basa.
Dengan terbentuknya mineral-mineral Olivine,
pyroxene, dan Ca-Plagioklas maka konsentrasi larutan magma
akan semakin bersifat basa hingga intermediate dan pada kondisi ini akan
terbentuk mineral mineral
Amphibol, Biotite dan
Plagioklas yang intermediate (Labradorite –
Andesine) yang merupakan
mineral pembentuk batuan Gabro (basa) dan Diorite (intermediate). Dengan terbentuknya
mineral-mineral tersebut diatas, maka sekarang
konsentrasi magma menjadi semakin
bersifat asam. Pada
kondisi ini mulai
terbentuk mineral-mineral K-Feldspar
(Orthoclase), Na-Plagioklas (Albit),
Muscovite, dan Kuarsa
yang merupakan mineral-mineral penyusun batuan Granite dan
Granodiorite (Proses diferensiasi magma ini dikenal dengan seri reaksi Bowen).
ASIMILASI MAGMA adalah
proses meleburnya batuan
samping (migling) akibat
naiknya magma ke arah permukaan dan proses ini dapat menyebabkan magma
yang tadinya bersifat basa berubah menjadi asam karena komposisi batuan
sampingnya lebih bersifat asam. Apabila magma asalnya bersifat asam
sedangkan batuan sampingnya bersifat basa, maka batuan yang terbentuk umumnya dicirikan
oleh adanya Xenolite
(Xenolite adalah fragment
batuan yang bersifat
basa yang terdapat dalam
batuan asam). Pembentukan
batuan yang berkomposisi
ultrabasa, basa, intermediate,
dan asam dapat juga terjadi apabila magma asal (magma basa) mengalami asimilasi
dengan batuan sampingnya. Sebagai contoh suatu magma basa yang menerobos batuan
samping yang berkomposisi asam
maka akan terjadi
asimilasi magma, dimana
batuan samping akan melebur dengan larutan
magma dan hal ini akan membuat
konsentrasi magma menjadi bersifat
intermediate hingga asam.
Dengan demikian maka
batuan-batuan yang berkomposisi
mineral
Penamaan Batuan Beku
Penamaan batuan
beku ditentukan berdasarkan dari komposisi mineral-mineral utama (ditentukan
berdasarkan persentase volumenya)
dan apabila dalam
penentuan komposisi mineralnya
sulit ditentukan secara pasti,
maka analisis kimia
dapat dilakukan untuk
memastikan komposisinya. Yang
dimaksud dengan klasifikasi batuan beku
disini adalah semua batuan beku yang terbentuk seperti yang diuraikan
diatas (volkanik, plutonik, extrusive,
dan intrusive). Dan batuan beku ini mungkin terbentuk oleh proses
magmatik, metamorfosa, atau kristalisasi metasomatism.
Batuan Gunungapi
Apabila
akhirnya dalam perjalanan keatas magma
dapat mencapai permukaan
bumi, maka akan terjadi gejala vulkanisma
dan membentuk sebuah
gunungberapi. Istilah vulkanisma
berasal dari kata latin “vulkanismus” nama
dari sebuah pulau
yang legendaris. Vulkanisma
dapat didefinisikan sebagai tempat
atau lubang diatas
muka Bumi dimana
daripadanya dikeluarkan bahan
atau bebatuan yang pijar atau gas yang berasal dari bagian dalam bumi ke
permukaan, yang kemudian produknya akan disusun dan membentuk sebuah kerucut
atau gunung. Adapun sejumlah bahan-bahan
yang dikeluarkan melalui
lubang, yang kemudian
dikenal sebagai pipa
kepundan, terdiri dari pecahan-pecahan batuan yang tua yang telah ada
sebelumnya yang membentuk tubuh gunung-berapi,
maupun bebatuan yang baru
samasekali yang bersumber
dari magma di
bagian yang dalam dari litosfir yang selanjutnya disemburkan oleh gas
yang terbebas. Magma tersebut akan dapat keluar mencapai permukaan bumi
apabila geraknya cukup cepat melalui
rekahan atau patahan dalam litosfir
sehingga tidak ada
waktu baginya untuk
mendingin dan membeku.
Terdapat dua sifat dari magma yang dapat memberikan potensi untuk
bertindak demikian, dan itu adalah pertama kadar gas yang ada didalam magma dan
yang kedua adalah kekentalannya
Bahan
Bahan Yang Dikeluarkan Pada Erupsi Gunungberapi
Kegiatan gunung-berapi dapat
diikuti dengan keluarnya
bahan yang bersifat
encer pijar yang mengalir
dari pusatnya dan
dinamakan lava atau
berupa fragmen-fragmen bebatuan
berukuran bongkah hingga debu
yang halus yang
disemburkan dengan letusan.
Disamping itu juga dikeluarkan sejumlah
gas dan uap.
Produk-produk kegiatan gunung-berapi
dapat dikelompokan menjadi 4
kelompok, yakni :(1).
Aliran lava, (2).
Gas dan uap,
(3). Piroklastika atau
rempah-rempah gunugapi dan
(4). Lahar, yaitu
rempah-rempah lepas yang
tertimbun pada tubuh gunungapi yang kemudian diangkut oleh
media air sebagai larutan pekat dengan densitas tinggi
Tipe Tipe Lava
Berdasarkan komposisi
dan sifat fisik dari
magma asalnya, sifat-sifat
ekternal dari lava
seperti cara-cara bergerak (mengalir), sebaran dan sifat internalnya
seperti bentuk dan strukturnya setelah membeku,
tipe lava dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : (1). lava
basaltis. (2). Lava andesitis dan (3). Lava rhyiolitis
1.
Lava
basaltis :
Merupakan
lava yang paling banyak dikeluarkan berasal dari magma yang bersusunan mafis,
bersuhu tinggi dan
mempunyai viskositas yang
rendah. Lava ini
akan mudah mengalir mengikuti lembah yang ada dan mampu menyebar hingga mencapai jarak yang sangat jauh dari
sumbernya apabila lerengnya cukup besar, tipis dan magma yang keluar cukup
banyak. Di Hawaii lava basaltis mampu menempuh jarak 50 Km dari sumbernya dengan ketebalan
rata-rata 5 meter.
Di Iceland bahkan
jaraknya dapat mencapai 100
Km lebih, dan
di dataran Columbia lebih dari
150 Km.
Lava
basaltis akan membeku menghasilkan 2 macam bentuk yang khas, yaitu bentuk Aa
dan Pahoehoe (istilah Polynesia
di Hawaii, dilafalkan :
pa-hoy-hoy, yang artinya
“tali”). Lava yang encer akan
bergerak mengalir dengan kecepatan 30
Km/jam, menyebar sehingga mampu mencapai ketebalan 1 meter, dan
membeku dengan permukaan yang
masih elastis sehingga akan
terseret dan membentuk
lipatan-lipatan melingkar seperti
tali (gambar 3-14).
Semakin jauh dari pusatnya
kekentalannya akan meningkat
dan membeku dengan
permukaan yang rapuh namun
bagian dalamnya yang
masih panas dan
encer tetap bergerak
dan menyeret bagian
permukaannya yang membeku.
Karena bagian dalamnya
bergerak lebih cepat
dari permukaannya, maka akibatnya akan membentuk permukaan lava yang
kasar, dengan ujung-ujungnya yang runcing-runcing.
2.
Lava
andesitis
Lava
ini mempunyai susunan antara basaltis dan rhyolitis, atau intermediate. Lava andesitis yang mempunyai
sifat fisik kental,
tidak mampu mengalir
jauh dari pusatnya.
Pada saat membeku, seperti
halnya lava basalti
juga dapat membentuk
struktur Aa, kekar
tiang dan struktur bantal. Tetapi
jarang sekali kembentuk struktur Pahoe-hoe.
3.
Lava
rhyolitis
Karena magma
jenis ini sifatnya
sangat kental, jarang
sekali dijumpai sebagai lava,
karena sudah membeku dibawah permukaan sebelum terjadi erupsi.
Gas
dan uap yang dikeluarkan oleh gunungapi beberapa daripadanya berasal dari
permukaan bumi. Air yang berasal dari permukaan atau dekat permukaan Bumi, akan
diubah menjadi uap pada saat ia bersentuhan dengan permukaan magma dan berkembang menjadi letusan yang hebat. Jumlah gas yang terdapat didalam
magma, berkisar antara 1% hingga setinggi-tingginya 9%, dimana yang utama adalah
uap air dan
CO dengan sedikit
N, SO, Cl
dan beberapa yang
lainnya. Pada kedalaman beberapa
puluh Km, gas-gas
tersebut tetap berada
dalam kadaan terlarut
didalam magma yang berada
dalam kondisi tertekan
oleh batuan sekitarnya.
Gas-gas tersebut kemudian akan terkumpul dibagian atas dari magma yang
bergerak naik serta menekan batuan yang terdapat diatasnya. Apabila
gas tersebut samasekali terhalang jalannya,
umpamanya karena ada
sumbat, maka ini akan
meningkatkan tekanan terhadap
batuan diatasnya dan
akhirnya akan menghancurkannya. Demikian
penghalang tersebut dapat
disingkirkan, maka gas
akan mengembang. Letusan awal
akan menyeret serta
bahan-bahan batuan yang ada
dan kemudian diikuti oleh
sempalan-sempalan lava keudara.
Bom vulkanik
adalah fragmen berukuran lebih besar dari 64 mm. Karena pada saat dilempar
keudara keadaannya masih bersifat lelehan, maka pada saat membeku dan jatuh
bentuknya ada yang terputar, dan ada pula yang setelah jatuh bagian dalamnya
masih bersifat leleh pijar, dan setelah
mendingin seluruhnya akan
mempunyai permukaan rekah-rekah
menyerupai “kerak roti”. Akumulasi
bom-bom volkanik (bentuknya
agak membundar) yang
memadat dan membentuk sekelompok
batuan, dinamakan aglomerat.
Sedangkan untuk fragmen-fragmen berukuran bongkah yang
bentuknya menyudut akan memadat dan membentuk batuan sebagai breksi vulkanik.
Lapili adalah
fragmen yang berukuran
antara 64 dan
2 mm dan
apabila memadat akan membentuk batuan
dinamakan lapili aglomerat
atau lapili breksia,
tergantung dari bentuk fragmennya.
Debu vulkanik
adalah fragmen yang berukuran kurang dari 2
mm hingga ukuran debu dan
apabila memadat dan
membatu dinamakan tufa.
Tufa dapat juga
mengandung beberapa fragmen berukuran besar (lapili atau breksi), maka kita
juga mempunyai
istilah-istilah tufa-lapili dan
tufa-breksi. Dilapangan kedua
istilah ini dapat
diamati sebagai lapili
atau breksi sebagai fragmen, dan
tufa sebagai semennya
Lahar Lahar
adalah istilah Indonesia
yang digunakan terhadap
produk gunungapi yang
diangkut oleh media air
meteorik (hujan) atau berasal dari
danau kepundan. Istilah
ini sudah menjadi internasional yang sebelumnya dikenal
sebagai “mudflow” atau “fragmental flow”. Lahar bergerak mengalir sepertinya
lava, dikendalikan oleh gayaberat dan topografi. Di Indonesia, terutama bagi orang
awam, istilah lahar dan lava acapkali dikaburkan. Apa yang mereka sebut lahar,
sebenarnya adalah lava yang keluar dari kepundan
1.Batupasir Tuf :
Batuan tuf merupakan batuan
volkaniklastik berukuran kurang dari
2mm. Berdasarkan kehadiran hablur
(crystal), litik (lithic)
atau kaca/gelas (vitrik),
tuf ini dapat dikelaskan menjadi: a). Tuf hablur;
b).Tuf vitrik; dan c). Tuf litik
2. Agglomerat : Agglomerat
adalah batuan volkaniklastik (piroklastik)
yang berukuran lebih besar
daripada 64mm. Agglomerat
terbentuk akibat dari letupan
gunung api, dan terbentuk berdekatan dengan kawah gunung
berapi.
Sedimen dan Batuan Sedimen
Sedimen adalah
setiap partikel yang
dapat ditransport oleh
aliran fluida yang
kemudian diendapkan sebagai sedimen. Pada umumnya, sedimen diangkut dan
dipindahkan oleh air (proses fluvial), oleh angin (proses aeolian) dan oleh es
(glacier). Endapan pasir pantai dan endapan pada saluran sungai
adalah contoh-contoh dari
pengangkutan dan pengendapan
fluvial, meskipun sedimen dapat
juga mengendap pada aliran yang sangat lambat atau pada air
yang relatif diam seperti di danau atau
di lautan. Endapan “sand dunes” dan endapan “loess” yang terdapat di gurun merupakan
contoh dari pengangkutan
dan pengendapan yang
disebabkan oleh proses
angin, sedangkan endapan “moraine”
yang terdapat di
daerah yang beriklim
dingin merupakan contoh dari pengangkutan dan pengendapan
proses gletser.
Sedimen merupakan bahan atau partikel
yang terdapat di
permukaan bumi (di daratan ataupun lautan), yang telah mengalami
proses pengangkutan (transportasi) dari satu tempat (kawasan) ke tempat lainnya.
Sedimen ini apabila
mengeras (membatu) akan
menjadi batuan sedimen.
Ilmu yang mempelajari batuan sedimen disebut dengan sedimentologi.
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi, vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor
yang mengontrol pengangkutan
sedimen adalah air,
angin, dan juga
gaya gravitasi. Sedimen dapat
terangkut baik oleh
air, angin, dan
bahkan salju/gletser. Mekanisme pengangkutan sedimen
oleh air dan
angin sangatlah berbeda.
Pertama, karena berat
jenis angin relatif lebih kecil
dari air maka angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya sangat
besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin
umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah
sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau sungai maka
sedimen cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju
atmosfer.
Sedimen-sedimen
yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang
disebut cekungan. Di tempat tersebut
sedimen sangat besar
kemungkinan terendapkan karena
daerah tersebut relatif
lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung
ditambah akibat gaya grafitasi dari sedimen
tersebut maka susah
sekali sedimen tersebut
akan bergerak melewati
cekungan
Sedimen
dapat diangkut dengan tiga cara, yaitu:
1. Suspension: ini
umumnya terjadi pada
sedimen-sedimen yang sangat
kecil ukurannya (seperti lempung)
sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada. 2. Bed load: ini terjadi pada sedimen yang
relatif lebih besar (seperti pasir,
kerikil, kerakal, bongkah)
sehingga gaya yang
ada pada aliran
yang bergerak dapat
berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan
dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan
inersia butiran pasir tersebut pada saat diam.
Gerakan-gerakan sedimen
tersebut bisa menggelundung, menggeser,
atau bahkan bisa mendorong
sedimen yang satu dengan lainnya.
3. Saltation yang
dalam bahasa latin
artinya meloncat umumnya
terjadi pada sedimen berukuran pasir
dimana aliran fluida
yang ada mampu
menghisap dan mengangkut sedimen pasir
sampai akhirnya karena
gaya grafitasi yang
ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke
dasar.
Secara umumnya,
sedimen atau batuan sedimen terbentuk dengan dua cara, yaitu:
1.
Batuan sedimen yang
terbentuk dalam cekungan pengendapan atau dengan kata lain tidak mengalami
proses pengangkutan. Sedimen
ini dikenal sebagai sedimen
autochthonous. Yang termasuk dalam kelompok batuan autochhonous antara
lain adalah batuan evaporit (halit) dan batugamping.
2.
Batuan sedimen yang
mengalami proses transportasi, atau dengan kata lain, sedimen yang berasal dari
luar cekungan yang ditransport dan diendapkan di dalam cekungan. Sedimen ini
dikenal dengan sedimen allochthonous. Yang termasuk dalam kelompok sedimen ini adalah Batupasir, Konglomerat,
Breksi, Batuan Epiklastik.
Klasifikasi batuan sedimen
Sedimen dapat
diklasifikasikan berdasarkan atas ukuran butir dan atau komposisinya
1.
Ukuran
Butir
Ukuran butir
atau ukuran partikel diukur
dengan mengacu pada
diameter dari butiran material, seperti sedimen atau
partikel yang telah mengalami pembatuan pada batuan klastik. Material yang
berbutir dapat berukuran mulai dari ukuran koloid, lempung, lanau, pasir,
kerakal hingga bongkah (boulder). Sebaliknya, ukuran kristal adalah ukuran dari
satu Kristal, sedangkan didalam butiran dapat
tersusun dari beberapa
kristal. Ukuran butir
sedimen diukur berdasarkan
atas 2 skala logaritma, yang dikenal dengan skala "Phi", dimana
ukuran partikel dibagi mulai dari "colloid" hingga "boulder". Skala
Wentworth dipakai di
Amerika Serikat, dimana
ukuran butir diukur
2.
Komposisi
Pada
dasarnya, komposisi sedimen dapat diketahui dari litologi batuan asalnya,
komposisi mineral dan susunan kimiawinya. Kondisi ini menjadikan lempung dapat
bermakna dua, yaitu disatu sisi lempung dipakai sebagai ukuran besar butir dan
disisi lain digunakan sebagai komposisi mineral penyusun batuan.
Pengangkutan
Sedimen 1. Pergerakan Partikel. Sedimen dapat terangkut
oleh kekuatan dari alirannya dan hal ini sangat tergantung pada ukuran butir,
volume, densitas dan bentuknya. Aliran air yang lebih kuat akan
meningkatkan dalam mengangkat
dan menyeret partikel
partikel sehingga menyebabkan
partikel-partikel terangkat terutama partikel yang ukurannya lebih besar dan
lebih berat dan
terangkut mengikuti gerakan
aliran. Kekuatan aliran
akan meningkatkan daya angkat dan
daya dorong terhadap partikel partikel yang dapat mengakibatkan
partikel-partikel tersebut terangkat,
sedangkan partikel yang
lebih besar atau
partikel yang lebih berat akan terlihat seperti bergerak
kearah bagian bawah disepanjang aliran
Apabila kecepatan
gerakan partikel keatas
hampir sama dengan
kecepatan pengendapan, maka sedimen
akan terangkut kearah
hilir sungai sebagai
“suspended load”. Jika kecepatan dari gerakan
partikel keatas lebih
kecil dibandingkan dengan
kecepatan pengendapan (pemadatan), akan tetapi masih cukup kuat
untuk sedimen berpindah, maka partikel akan berpindah disepanjang lapisan sebagai
“bed load” yaitu
dengan cara menggelinding, meluncur
dan saltasi (meloncat masuk kedalam aliran, sehingga
terangkut pada jarak dekat kemudian mengendap kembali). Jika kecepatan gerakan
keatas lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pengendapan, sedimen akan
tertransport dalam aliran sebagai wash
load. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran partikel yang berbeda beda
dapat berpindah disetiap lokasi dimana air mengalir.
3.
Pembentukan perlapisan
sungai (Fluvial bedforms).
Pergerakan sedimen dapat membentuk struktur yang teratur dengan
sendirinya seperti struktur-struktur riak (ripple), gumuk (dunes), antidunes
pada sungai atau perlapisan sungai. Bentuk perlapisan seringkali
terawetkan dalam batuan
sedimen dan dapat
dipakai untuk memperkirakan
arah dan besarnya aliran
saat sedimen diendapkan.
Bentuk lapisan (bedform)
adalah kenampakan suatu endapan
diatas lapisan suatu
sungai (proses fluviatil)
atau masa aliran
air yang terbentuk oleh
perpindahan dari material
yang disebabkan oleh
aliran. Bentuk lapisan dicirikan oleh
parameter aliran dan
terutama terhadap kedalaman
aliran dan kecepatan, yang dinyatakan sebaga bilangan
Froude.
4.
Pembentukan perlapisan Vs
Aliran. Jenis jenis
keseragaman arah dari
bentuk perlapisan dapat merepresentasikan dari
kecepatan aliran, anggapan
bahwa jenis-jenis sedimen (pasir
dan lanau) dan kedalaman air, diperlihatkan dalam tabel dibawah dan dapat
dipakai untuk menafsirkan
lingkungan pengendapan seiring
dengan meningkatnya
kecepatan aliran. Tabel
dibawah dapat dipakai
secara umum, karena
perubahan didalam ukuran butir
dan kedalaman aliran dapat merubah bentuk lapisan dalam skenario tertentu.
Lingkungan dua arah
seperti tidal flat
(dataran pasang surut)
akan menghasilkan bentuk lapisan yang sama, tetapi hasil kerja
sedimen dan arah yang berlawanan dari struktur aliran yang komplek.
Pembentukan Batuan
Sedimen
Batuan
sedimen terbentuk ketika sedimen diendapkan melalui air, angin, gayaberat, atau
es/glasial yang mengalir membawa partikel-partikel dalam bentuk suspensi.
Sedimen sedimen ini seringkali berasal dari proses pelapukan dan erosi hasil
penghancuran batuan menjadi partikel-partikel lepas. Partikel-partikel ini kemudian diangkut dari sumbernya
ketempat tempat pengendapannya. Jenis
sedimen yang terangkut
kesuatu tempat tergantung
pada kondisi geologi
yang ada di
daerah sumber sedimennya. Beberapa batuan sedimen, seperti batuan
evaporit, tersusun dari material yang berasal dimana sedimen diendapkan. Batuan sedimen secara alami tidak
hanya tergantung pada pasokan sedimen, tetapi juga pada lingkungan
sedimen dimana sedimen terbentuk.
1. Lingkungan
Pengendapan/Sedimentasi Tempat
dimana batuan sedimen
terbentuk dikenal sebagai
lingkungan pengendapan. Setiap lingkungan pengendapan
mempunyai karakteristik masing-masing
yang dipengaruhi oleh
kombinasi antara proses proses geologi dengan lingkungan sekitarnya. Jenis jenis
sedimen yang diendapkan tidak hanya
tergantung pada sedimen yang diangkut akan tetapi juga tergantung pada
lingkungan dimana sedimen itu diendapkan.
Cekungan Sedimentasi
Cekungan
sedimentasi adalah suatu tempat yang sangat luas dimana sedimen terakumulasi.
Jumlah sedimen yang dapat
diendapkan dalam suatu
cekungan sangat tergantung
pada kedalaman cekungan
tersebut, dan tempat
ini disebut juga
sebagai ruang akomodasi sedimen.
Kedalaman, bentuk dan ukuran
suatu cekungan ditentukan oleh posisi tektoniknya. Apabila litosfir bergerak kearah atas
(tectonic uplift) maka daratan akan naik melewati ketinggian muka air laut,
maka erosi akan mulai bekerja dan daerah
tersebut akan menjadi sumber material
dari sedimen yang baru.
Tempat tempat dimana
litosfir bergerak turun,
maka akan terbentuk
suatu cekungan dimana sedimentasi akan terjadi ditempat ini
dan ketika litosfir tetap mengalami penurunan, maka ruang akomodasi yang baru
akan terus terbentuk.
Sifat Sifat Batuan Sedimen
1.
Perlapisan
Pada umumnya
batuan sedimen dapat
dikenali dengan mudah
dilapangan dengan adanya perlapisan. Perlapisan
pada batuan sedimen
klastik disebabkan oleh
(1) perbedaan besar
butir, seperti misalnya antara batupasir dan batulempung; (2) Perbedaan
warna batuan, antara batupasir yang berwarna abu-abu terang dengan batulempung
yang berwarna abu-abu kehitaman. Disamping itu, struktur sedimen juga menjadi penciri dari batuan sedimen, seperti struktur silang siur atau struktur riak
gelombang. Ciri lainnya
adalah sifat klastik,
yaitu yang tersusun
dari fragmen-fragmen lepas
hasil pelapukan batuan
yang kemudian tersemenkan
menjadi batuan sedimen klastik. Kandungan
fosil juga menjadi
penciri dari batuan
sedimen, mengingat fosil
terbentuk sebagai akibat dari organisme yang terperangkap ketika batuan
tersebut diendapkan
. 2. Tekstur
Pada hakekatnya tekstur adalah hubungan antar butir / mineral yang terdapat di dalam batuan.
Tekstur yang terdapat
dalam batuan sedimen
terdiri dari fragmen
batuan / mineral
dan matrik (masa dasar). Adapun
yang termasuk dalam tekstur pada batuan sedimen klastik terdiri dari: Besar
butir (grain size),
Bentuk butir (grain
shape), kemas (fabric),
pemilahan (sorting), sementasi, kesarangan (porosity), dan
kelulusan (permeability).
a. Besar Butir (Grain
Size) adalah ukuran butir dari material
penyusun batuan sedimen diukur berdasarkan klasifikasi Wenworth.
b. Bentuk butir
(Grain shape) pada
sedimen klastik dibagi
menjadi: Rounded (Membundar), Sub-rounded (Membundar-tanggung), Sub-angular
(Menyudut-tanggung), dan Angular (Menyudut). Kebundaran
(Sphericity): Selama proses
pengangkutan (transportasi),
memungkinan butiran butiran partikel yang diangkut menjadi berkurang ukurannya
oleh akibat abrasi. Abrasi yang bersifat acak akan menghasilkan kebundaran yang
teratur pada bagian tepi butiran. Jadi,
pembulatan butiran memberi kita petunjuk mengenai lamanya waktu sedimen mengalami pengangkutan
dalam siklus transportasi.
Pembulatan diklasifikasikan dengan persyaratan relatif juga
c. Kemas (Fabric) adalah
hubungan antara masa dasar dengan
fragmen batuan / mineralnya.
Kemas pada batuan sedimen ada 2, yaitu : Kemas Terbuka, yaitu hubungan
antara masa dasar dan fragmen butiran yang kontras sehingga terlihat fragmen
butiran mengambang diatas masa dasar
batuan. Kemas tertutup,
yaitu hubungan antar
fragmen butiran yang relatif
seragam, sehingga menyebabkan masa dasar tidak terlihat).
d. Pemilahan (sorting)
adalah
keseragaman ukuran butir
dari fragmen penyusun
batuan. Pemilahan adalah tingkat
keseragaman ukuran butir.
Partikel partikel menjadi
terpilah atas dasar densitasnya
(beratjenisnya), karena energi dari media pengangkutan. Arus energi yang
tinggi dapat mengangkut
fragment fragmen yang
besar. Ketika energi
berkurang, partikel partikel yang
lebih berat diendapkan dan fragmen fragmen yang lebih ringan masih terangkut
oleh media pengangkutnya. Hasil
pemilahan ini berhubungan
dengan densitas. Apabila partikel partikel mempunyai densitas
yang sama, kemudian partikel-partikel yang lebih besar juga akan
menjadi besar, sehingga
pemilahan akan terjadi
berdasarkan ukuran butirnya. Klasifikasi pemilahan
ukuran butir didasarkan
secara relatif, yaitu
pemilahan baik hingga pemilahan buruk.
Pemilahan memberi kunci
terhadap kondisi energi
media pengangkut dimana sedimen
diendapkan.
e. Sementasi adalah
bahan pengikat antar
butir dari fragmen
penyusun batuan. Macam
dari bahan semen pada batuan sedimen klastik adalah : karbonat, silika,
dan oksida besi.
f. Kesarangan
(Porocity) adalah ruang yang terdapat diantara
fragmen butiran yang ada pada batuan.
Jenis porositas pada
batuan sedimen adalah
Porositas Baik, Porositas
Sedang, Porositas Buruk.
g. Kelulusan
(Permeability) adalah sifat yang dimiliki oleh
batuan untuk dapat meloloskan air. Jenis
permeabilitas pada batuan
sedimen adalah permeabilitas
baik, permeabilitas sedang, permeabilitas buruk.
Struktur
Sedimen
Stratifikasi dan Perlapisan
a. Rithem Layering
(Ritme Perlapisan) –
Perulangan perlapisan sejajar
pada dasarnya dikarenakan sifat
yang berbeda. Kadang-kadang disebabkan oleh perubahan musim dalam pengendapan.
Misalnya di danau, sedimen kasar akan diendapkan pada musim panas dan sedimen
halus diendapkan pada musim dingin ketika permukaan danau membeku.
b. Cross Bedding
(Silangsiur) –
Sekumpulan perlapisan yang
saling miring satu
sama lainnya. Perlapisan cenderung
miring kearah dimana
angin atau air
mengalir pada saat pengendapan terjadi. Batas diantara
sekelompok perlapisan umumnya diwakili oleh bidang erosi. Sangat umum dijumpai
sebagai endapan pantai, sebagai sand dunes (gumuk pasir) dan endapan sediment
sungai.
c. Ripple Marks –
karakteristik dari endapan air dangkal. Penyebabnya
oleh gelombang atau angin.
d. Graded Bedding
(Perlapisan bersusun) –
Terjadi sebagai akibat
berkurangnya kecepatan arus, dimana partikel partikel yang lebih besar
dan berat akan mengendap paling awal
diikuti kemudian oleh partikel-partikel yang
lebi kecil dan
lebih ringan. Hasil pengendapannya akan
memperlihatkan perlapisan dengan
ukuran butir yang
menghalus kearah atas.
e. Mud cracks –
hasil dari pengeringan
dari sedimen yang
basah di permukaan
bumi. Rekahan terbentuk oleh pengkerutan sedimen ketika sedimen
mengering.
f. Raindrop Marks
- Sumuran (Krater
kecil)
yang terbentuk oleh
jatuhan air hujan. Kehadirannya merupakan tanda sedimen
tersingkap ke permukaan bumi.
Batuan Metamorf
Kata “metamorfosa”
berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “metamorphism” dimana
“meta” yang artinya “berubah”
dan “morph” yang
artinya “bentuk”. Dengan
demikian pengertian “metamorfosa”
dalam geologi adalah merujuk pada perubahan dari kelompok mineral dan tekstur
batuan yang terjadi dalam
suatu batuan yang mengalami
tekanan dan temperatur yang
berbeda dengan tekanan dan temperatur
saat batuan tersebut
pertama kalinya terbentuk.
Sebagai catatan bahwa
istilah “diagenesa” juga
mengandung arti perubahan
yang terjadi pada
batuan sedimen. Hanya saja proses diagenesa terjadi pada temperatur dibawah
200° C dan tekanan dibawah 300 MPa
(MPa = Mega
Pascal) atau setara
dengan tekanan sebesar
3000 atmosfir, sedangkan “metamorofsa” terjadi
pada temperatur dan
tekanan diatas “diagenesa”.
Batuan yang dapat mengalami tekanan dan temperatur diatas
300 Mpa dan 200° C umumnya berada pada kedalaman tertentu dan biasanya berasosiasi
dengan proses tektonik, terutama di daerah tumbukan lempeng atau zona subduksi.
Batas atas antara proses metamorfosa dan pelelehan batuan masih
menjadi pertanyaan hingga saat
ini. Sekali batuan
mulai mencair, maka
proses perubahan merupakan proses pembentukan batuan beku.
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan beku,
sedimen, metamorf) yang
mengalami perubahan
temperatur(T), tekanan (P),
atau Temperatur (T) dan Tekanan
(P) secara bersamaan
yang berakibat pada pembentukan
mineral-mineral baru dan tekstur batuan yang baru.
Tipe
Metamorfosa
1. Metamorfosa Kataklastik adalah
metamorfosa yang diakibatkan
oleh deformasi mekanis, seperti yang
terjadi pada dua
blok batuan yang
mengalami pergeseran satu
dan lainnya disepajang suatu
zona sesar /
patahan. Panas yang
ditimbulkan oleh gesekan
yang terjadi disepanjang zona
patahan inilah yang mengakibatkan batuan tergerus dan termetamorfosokan
disepanjang zona ini.
Metamorfosa kataklastik jarang
dijumpai dan biasanya
menyebaran terbatas hanya disepanjang zona sesar.
2. Metamorfosa Burial adalah
metamorfosa yang terjadi apabila batuan
sedimen yang berada pada
kedalaman tertentu dengan
temperaturnya diatas 300°
C serta absennya
tekanan diferensial. Pada kondisi
tersebut maka mineral-mineral baru akan berkembang,
akan tetapi batuan tampak seperti tidak
mengalami metamorfosa. Mineral utama yang dihasilkan dalam kondisi tersebut
adalah mineral zeolite. Metamorfosa burial umumnya saling overlap dengan
diagenesa dan akan
berubah menjadi metamorfosa
regional seiring dengan
meningkatnya tekanan dan temperatur.
3. Metamorfosa Kontak adalah
metamorfosa yang terjadi
didekat intrusi batuan
beku dan merupakan hasil dari
kenaikan temperatur yang tinggi dan berhubungan dengan intrusi batuan beku.
Metamorfosa kontak hanya terjadi disekeliling intrusi yang terpanaskan oleh
magma dan bagian kontak ini
dikenal sebagai “aureole
metamorphic”. Derajat metamorfosa
akan
4. Metamorfosa Regional adalah
metamorfosa yang terjadi
pada wilayah yang
sangat luas dimana tingkat
deformasi yang tinggi
dibawah tekanan diferensial.
Metamorfosa jenis ini biasanya akan menghasilkan batuan
metamorf dengan tingkat foliasi yang
sangat kuat, seperti Slate,
Schists, dan Gneisses
Derajat Metamorfosa
Berdasarkan tekanan
dan temperatur yang berada
diatas kondisi diagenesa,
maka ada 3
tingkat derajat metamorfosa yang
dapat dikenal, yaitu
derajat metomorfosa rendah,
sedang dan tinggi. Adapun batas antara metamorfosa dan
peleburan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan dan jumlah air yang terdapat
dalam batuan. Pada gambar 3-24 diperlihatkan hubungan antara Tekanan (P),
Temperatur (T), Kedalaman (D) dan Tipe/Jenis Metamorfosa. Metamorfosa Burial
dicirikan oleh tekanan, temperatur, yang rendah
dan kedalaman yang
relatif dangkal. Tipe
metamorfosa akan meningkat seiring
dengan meningkatnya tekanan,
temperatur, dan kedalaman,
yaitu dari Burial Metamorfosa berubah
menjadi Metamorfosa Regional
Derajat Rendah dan
kemudian dengan semakin
meningkatnya tekanan, temperatur dan kedalaman Metamorfosa Regional Derajat
Rendah dapat berubah menjadi Metamorfosa Regional Derajat Tinggi, sedangkan
pada kedalaman (D > 20 km), Tekanan (P > 7 kilobars), dan Temperatur (T
> 700° C ) batuan akan mengalami peleburan (mencair) menjadi magma.
Kecepatan
dimana suatu batuan akan mengalami perubahan dari sekumpulan mineral-mineralnya
untuk mencapai keseimbangan pada kondisi tekanan dan temperatur yang baru
tergantung pada 3 (tiga) faktor, yaitu:
1. Kandungan fluida
(terutama air) yang
ada dalam batuan.
Air yang ada
dalam batuan berfungsi sebagai
katalisator dalam mentransformasi mineral-mineral yang terdapat dalam batuan.
2. Temperatur,
reaksi kimia akan terjadi lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi.
3. Waktu, untuk
dapat tumbuhnya kelompok
mineral mineral metamorfik
yang baru pada suatu batuan sangat dipengaruhi oleh
tekanan dan temperatur yang bekerja terhadap batuan
(DESKRIPSI BATUAN BEKU, SEDIMEN,DAN METAMORF)
1. Granit
Warna : Putih, abu-abu, atau
campuran keduanya.
Sifat
Batuan : Asam (Felsik)
Tekstur : Faneritik
Struktur : Masif
Komposisi
Mineral : Kuarsa 10% – 50% Mika
Alkali Feldspar
65% – 90% Amphibole
Plagioklas Na
50% Biotit
Hornblende
10%
Muskovit
Piroksen
Nama batuan:
batuan granit
Genesa dan
kegunaanya:
granit
merupakan batuan yang berasal dari proses large intrusi, yaitu pembekuan
bantuan dalam suhu tinggi sehingga mineral-mineral penyusunnya akan sempurna
dan berukuran besar-besar.
Granit
merupakan batuan beku asam, batuan dalam atau disebut batuan plutonik. Granit
ini berbutir sangat kasar dengan kombinasi warna antara putih dengan abu – abu.
Sebagai contoh granit pluton dari Pulau Karimun
berwarna abu – abu dengan butiran mineral sangat besar.
Granit sering
digunakan untuk pondasi galangan kapal, dermaga, pengeras jalan dan bahan
bangunan lainnya. Granit banyak digunakan untuk menunjang pembangunan teknik
sipil yang memerlukan kondisi masif. Granit dapat dipoles untuk lantai dan
dekorasi. Granit mempunyai variasi warna yang indah.
2.
Andesit
DESKRIPSI
BATUAN BEKU
1.
Nomor Batuan
: B.7
2.
Warna Batuan
a. Warna segar
: Coklat Keabu-abuan
b. Warna lapuk
: Coklat
3.
Struktur Batuan
: Masif
4.
Tekstur
a.Derajat
Kristalisasi :
Holokristalin
b.Granularitas :Afanitik
c.Bentuk
Kristal : Euhedral -Subhedral
d.Relasi : Equigranular
5. komposisi Mineral : Kuarsa 40%, Piroksin 25%, Hornblende
15%,
Biotit 15%, Mineral Lain 5%
6.
Jenis Batuan
: Batuan Beku Intermediet
7.
Nama Batuan
: Batu Andesit
8. Keterangan : 1. Kuarsa 4. Biotit
2. Piroksin 5. Mineral Lain
3. Hornblende
9.
GENESA DAN KEGUNAAN:
Andesit banyak terdapat sebagai
lava dan terjadi sebagai intrusi sekunder sebagai dike. Gunung api di Jawa pada
umumnya bersifat andesit. Secara genetik andesit termasuk batuan vulkanik, sehingga
pada saat terjadi penurunan suhu yang sangat cepat, maka terbentuk kristal yang
sebagian ( hipokristalin ). Granularitas dari andesit biasanya fanerik ( halus
) di dalam bentuk yang euhedral –
subhedral.
Kegunaan pada
andesit apabila digosok dengan baik dapat menghasilkan amdetis, avanturin serta
mata kucing yang diperjualbelikan sebagai batuan setengah mulia yang memiliki
nilai ekonomis. Andesit juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan gelas, kaca
serta beberapa batu perhiasan.
3.
Batu Pasir
Jenis Batuan
Sedimen : Batuan sedimen silisiklastik.
Batuan berwarna
coklat, struktur sedimen massif, tekstur meliputi : ukuran butir : <1 – 1 mm
( halus – sedang ) (fragmen : 1 mm (sedang), matriks : <1 mm ( halus ),
bentuk butir subangular, sortasi buruk, kemas matriks supported, komposisi :
mika 30%, material ukuran pasir sedang 70%.
Deskripsi
Komposisi:
• Material ukuran <1mm (pasir sedang)
dengan warna kecoklatan, bentuk butir subangular, ukuran butir pasir sedang,
kilap tanah, kelimpahan 70%.
• Mica dengan warna bening, ukuran
Kristal 1mm (sedang), kilap kaca, bentuk Kristal kristalin, struktur lembaran,
belahan 1 arah, kelimpahan 30%.
Genesa :
Terbentuk
akibat material hasil transportasi yang berukuran pasir terendapkan dan kemudian
mengalami litifikasi membentuk batupasir.
Nama Batuan :
Sandstone(batu pasir) ( Pettijohn, 1975).
4.
Batu Bara
Jenis Batuan
Sedimen : Batuan sedimen nonkarbonat
nonsilisiklastik.
Batuan berwarna
abu-abu kehitaman, ukuran butir : <1 mm (lempung ), komposisi : material
organic 100%.
Deskripsi
Komposisi :
• Material organic dengan warna abu-abu
kehitaman, ukuran <1 mm ( halus) bentuk butir rounded, kilap tanah, struktur
granular, kelimpahan 100%.
Genesa :
Terbentuk dari
endapan organic seperti rawa, yang kemudian terlitifikasi dan mendapatkan
tekanan tinggi pada endapan sedimen tersebut, dan menjadi batubara.
Nama Batuan :
Batubara
5. Marmer
Warna Batuan :
abu-abu ke kuningan
Struktur : Non
foliasi
Tekstur :
Palimpset
Komposisi
Mineral : Mineral anti stress.
Genesa Batuan :
Marmer atau disebut juga batu pualam merupakan batu gamping
yang mengalami
proses malihan. Proses ini terjadi karena adanya
tekanan dan
suhu yang sangat tinggi, sehingga tekstur batuan asal
seperti tekstur
sedimen dan biologi menghilang dan membentuk
tekstur batuan
yang baru (proses rekristalisasi).
Nama Batuan :
Marmer
DAFTAR PUSTAKA
SABINS FLOYD.
F., 1978, Remote Sensing: Principles and Interpretation, Second Edition, W H
Freeman and Company.
SOEJONO, M,
1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia.
SUKENDAR, A,
2002, Kumpulan Materi
Kuliah Geologi Fisik
dan Geologi Dinamis, Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Pakuan
VERSTAPPEN, M.
TH., 1983, Applied
Geomorphology
(Geomorphological Surveys for Environmental Development), Amsterdam:
Elsevier Science Publishing Company Inc.
WALTER, A.
THURBER & ROBERT E KILBURN, 1967, Exploring Earth Sciences, Allyn and Bacon,
Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar